IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memeriksa pihak perbankan dalam kasus dugaan korupsi impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya tahun tahun 2016-2021. Pekan lalu saja, setidaknya ada dua orang saksi dari pihak perbankan yang diperiksa di Gedung Bundar Kejagung.
Kedua saksi yang diperiksa di antaranya MPW selaku Asisten Fraud PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan CHB selaku Kepala Kantor Cabang Pembantu (KCP) Roa Malaka.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW) Akbar Hidayatullah berpendapat, pemeriksaan kedua saksi dari pihak perbankan untuk kepentingan mengetahui aspek pembayaran. Mengingat dalam suatu kasus, biasanya perbankan hanya terlibat dalam aspek pembayaran.
“Mungkin (dari aspek pembayaran, red) bisa membantu penyidik dalam menentukan modus operandi kasus ini,” kata Akbar dalam perbincangannya dengan IPOL.ID, Minggu (11/9).
Kendati demikian, menurut Akbar, bukan berarti pihak perbankan bisa lolos dalam kasus tersebut. Akbar pun mengungkapkan beberapa alasan pihak perbankan dapat dimintai pertanggunggung jawaban hukum bila terseret suatu kasus.
“Kalau mereka terlibat langsung dalam transaksi tersebut, dan membantu mengalihkan sejumlah dana hasil transaksi tersebut,” jelas Akbar.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka kasus korupsi impor baja. Para tersangka terdiri dari tiga tersangka perorangan dan enam tersangka korporasi.
Dari unsur perorangan, Kejagung telah menetapkan Tahan Banurea selaku Analis Muda Perdagangan Impor di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kemendag, Taufiq selaku manajer PT Meraseti dan Budi Hartono Linardi selaku pendiri PT Meraseti sebagai tersangka.
Sedangkan dari unsur korporasi, Kejagung telah menetapkan enam perusahaan importir sebagai tersangka. Keenam perusahaan itu yakni, PT Bangun Era Sejahtera, PT Duta Sari Sejahtera, PT Inti Sumber Bajasakti, PT Jaya Arya Kemuning, PT Perwira Aditama Sejati, dan PT Prasasti Metal Utama.(Yudha Krastawan)