IPOL.ID – Pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok terhadap tanah di lokasi sengketa di kawasan Limo, Depok, sudah dilakukan sebanyak tujuh kali. Namun sampai sekarang belum membuahkan hasil.
Warga pun melakukan pengukuran secara independen untuk diserahkan ke Pengadilan Negeri Depok. Rabu (26/10), warga Limo, Depok, melakukan pengukuran tanahnya masing-masing secara independen melalui jasa pengukuran tanah berlisensi.
Dua bidang lahan seluas 2.300 meter persegi milik Suharlin Lilin Harlini masih terjaga dan terpasang plang. Seiring pengerjaan proyek jalan tol dan adanya aktivitas para pekerja, kendaraan alat berat maupun sejumlah truk pengangkut tanah di lokasi.
Kuasa Hukum Warga Limo, Yacob T Saragih menjelaskan, kliennya melakukan pengukuran tanah secara independen. Kenapa itu dilakukan, karena dalam forum mediasi ke 2 dan 3 yang diselenggarakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok pada tanggal 19 dan 23 Oktober 2022.
PT ACP dan kliennya warga Limo, sambung Yacob, sepakat berdamai meletakkan peta bidangnya masing-masing sesuai keadaan sebenarnya. “Sudah ketiga kalinya PT ACP menyatakan bahwa tanah kliennya Ibu Lilin dan warga Limo tidak termasuk dalam peta bidang HGB 2253 yang diperoleh secara lelang oleh PT ACP pada tanggal 12 Maret 2014,” ungkap Yacob dikonfirmasi wartawan, Rabu (26/10).
Dia mengatakan, dalam mediasi atas persetujuan forum dan diizinkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Depok agar BPN melakukan pengukuran ulang tanah warga, namun BPN Depok keberatan. “Sebelumnya juga ada sekitar 7 kali pengukuran tanah, sampai saat ini BPN tidak memberikan hasilnya pada warga/kliennya. Tidak ada transparansi dari BPN Depok,” tandasnya.
Tahu-tahu, lanjutnya, dalam penetapan bidang tanah milik warga, dalam naungan kuasanya ada 5 orang terdiri dari 8 bidang. Dengan luas total menurut alas haknya ada 10.580 meter persegi, tapi yang terkena tol berdasarkan peta bidang Nomor 1667/2008, ada terkena 10.113 meter persegi.
“Tetapi dalam peta bidang Nomor 117 yang diterbitkan tanggal 24 Mei 2022 oleh BPN Depok, ternyata tanah warga hanya muncul seluas 1.430 meter persegi. Selebihnya lebih dari 8.000 meter persegi masuk ke peta bidang PT ACP,” katanya.
Karena itu, disepakati oleh PT ACP sendiri dan sudah tiga kali menyatakan, di 2019 dan 2021 Dirut PT ACP menyatakan juga bahwa tanah Ibu Lilin dan warga lainnya tidak masuk ke peta bidang PT ACP. “Kemarin dipertegas juga oleh salah satu Komisarisnya PT ACP Pak Perintis bahwa tanah warga tidak masuk peta bidang mereka,” bebernya.
Untuk menjawab penasaran, kepastian seperti apa cara BPN Depok mengukur pertanahan warga. Sehingga warga memanggil jasa pengukuran tanah independen ini.
“Paling tidak ini bisa menjadi pembanding, tuk menguji apakah hasil ukur BPN Depok dilakukan dengan cara yang benar, memang ini tidak bisa menjadi kekuatan hukum tapi bisa jadi bahan oleh warga dan Bu Lilin untuk disampaikan kepada Ketua pengadilan selaku mediator”.
“Sebelum penitipan uang UGR yang diajukan PPK disahkan. Supaya menambah keyakinan Hakim selaku penentu dalam memutuskan masalah ini,” tambah Yacob.
Warga pun selalu mempertanyakan ke PPK dan BPN, tapi sampai saat ini tidak bisa dijawab. “Dasarnya apa mengubah peta bidang itu, dasar hukumnya apa, itu enggak bisa dijawab sama BPN Depok sampai sekarang,” tegas Yacob.
Dia menambahkan, saat ini kerangka masih dalam lingkup mediasi di Pengadilan Negeri Depok, sehingga pengukuran independen yang dilakukan warga Limo nantinya akan diserahkan kepada Ketua Pengadilan. “Ini loh hasil pengukuran independen warga Limo, akibat dari pihak BPN Depok tidak melakukan pengukuran,” tegasnya.
“Nanti pengukuran ini akan diserahkan ke Hakim dan akan menjadi pertimbangan Hakim, sepanjang pengukuran ini dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Yacob.
Dia menuturkan, nanti biar Ketua Pengadilan menentukan. Harapan warga Limo yang bersengketa ini, sudah mulai ada wacana damai, tinggal melihat perdamaian yang sesungguhnya. Laporan dan gugatan akan dicabut Bu Lilin dan warga, jika sudah berdamai yang sesungguhnya, bukan semu.
“Tapi lelangnya akan kita gugat, juga soal penerbitan HGB 2253 itu. Ini loh ada puluhan bidang punya warga yang tidak kena tol masuk juga ke HGB itu padahal warga tidak merasa menjual rumah dan tanahnya yang tidak kena pembebasan tol. Artinya kita tahu kualitas HGB itu,” tegas Yacob.
Terpisah, Perintis salah satu pemilik saham PT ACP mengatakan, kemarin sudah diutarakan ke Pengadilan Negeri Depok, intinya urusan pribadi dia dan Bu Lilin sudah selesai.
“Jadi kasus sengketa tanah ini sudah clear. Saya gak kenal sama warga, saya gak pernah jual ke warga, warga juga tidak pernah jual ke saya, saya beli dari negara, saya sudah sampaikan ke mereka, saya disuruh menjual oleh Pemerintah, mereka kalau punya tanah suruh jual ke pemerintah, surat kami sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Depok,” tutur Perintis.
“Saya kasih masukan, untuk jurnalis datang saja ke BPN, bikin gambar ukur berapa tahun sih? Tanya saja kesana (BPN),” tambah Perintis.
Sementara itu, warga Suharlin Lilin mengatakan, seolah-olah dibuat PT ACP dan dirinya juga warga diadu domba saling berebut lahan. Tapi pada akhirnya PT ACP meminta maaf pada dia, dan akhirnya permasalahan dia dengan PT ACP saat ini sudah selesai.
“Masalah saya dengan PT ACP sudah clear. Tapi saya tetap mempertahankan Hak tanah milik saya. Cuma masalahnya sekarang semua ada di BPN, karena selama ini BPN Depok klaim tanah kita bermasalah, overlap, tumpang tindih,” kesal Lilin.
Sehingga dia bersama warga memanggil jasa pengukur independen berlisensi. “Dipikir saya dan warga tidak bisa bayar,” ujarnya.
Lilin menyebut, dalam mediasi, pihak BPN yang dihadirkan ke Pengadilan Kota Depok tidak bisa menghormati Ketua Pengadilan dan warga. Bahkan BPN mengatakan tanahnya terkena erosi, padahal posisi sungai dengan tanah milik dia jaraknya 1 kilo lebih.
“Bagaimana erosi, enggak masuk akal. Untuk Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Pak Hadi mana?” tegas Lilin.
Dia meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk datang ke tempat tanah yang disengketakan. Lilin bersama warga Limo akan menunjukkan mereka dizalimi Limo oleh BPN Depok. (Joesvicar Iqbal/msb)