“Karena yang dihadapi adalah masalah global, maka strategi yang dibangun untuk mengatasinya pun harus berskala global pula. Kita berharap, AICIS menghasilkan peta jalan yang dapat dieksekusi dengan melibatkan para pemimpin dunia, bukan hanya pemimpin agama dan bukan hanya agama Islam saja, tapi seluruhnya secara inklusif, termasuk para pemimpin politik, pemimpin organisasi-organisasi sosial dan pusat-pusat pendidikan, selebriti, dan sebagainya,” papar Menag Yaqut.
“Kalau perlu, tunjuk duta (emiserries) untuk penugasan menjalankan strategi ini. Artinya, ikhtiar ini memerlukan effort yang serius,” sambungnya.
Dikatakan Menag, upaya ini menuntut dibangunnya argumentasi yang kokoh secara akademis dan dukungan legitimasi yang kuat secara global. Jika ini berhasil, maka pandangan yang menentang upaya rekontekstualisasi Islam dengan sendirinya akan terpinggirkan.
“Inilah kenapa saya memberi dukungan penuh kepada AICIS ini,” tegasnya.
Bagi Indonesia, lanjut Menag, rekontekstualisasi Islam bukan lagi sekadar kehendak, tapi sudah dilakukan. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah memberikan legitimasi keagamaan terhadap keberadaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.