IPOL.ID – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi usaha perkebunan sawit di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (10/10) kembali digelar. Sidang ini, beragenda pemeriksaan delapan orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait tindak pidana, terdakwa Surya Darmadi, pemilik Duta Palma Group.
Saksi di antaranya mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hulu, Riau, Amet Tripjapraja. Pada persidangan, Amet menyebut pada 2004, dia bertemu Bupati Indragiri Hulu 1999-2008 Raja Thamsir Rachman. Amet pun menyebut, izin tahun 2003 dikeluarkan untuk PT Banyu Bening Utama, di Desa Paya Rumbai Kecamatan Seberida seluas 4 ribu hektare.
Menurutnya, lahan yang dimohonkan adalah lahan bukan kawasan hutan berdasarkan Peta Tata Ruang wilayah Nomor 10 Perda Nomor 10 Tahun 1994 mengenai Tata Ruang Wilayah.
“Berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 1994 bukan kawasan hutan, namun berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan dari Kementerian Kehutanan ternyata area yang dimohon adalah kawasan hutan,” kata Amet.
“Lalu perusahaan mengajukan permohonan revisi kepada bupati tentang luas area perkebunan dari 4 ribu hektare menjadi 6 ribu hektare,” tambah Amet.
Namun, area seluas 6 ribu hektare itu ternyata masuk dalam kawasan hutan. Bupati Indragiri Hulu 1999-2008, Raja Thamsir Rachman pun meminta Amet membuatkan rekomendasi persetujuan Izin Usaha Perkebunan yang dimohonkan. Hingga izin untuk PT Bening Banyu Bening seluas 6.420 hektare bisa keluar.
Seusai sidang diwawancara wartawan, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang mengatakan, berdasarkan kesaksian Dinas Kehutanan, baik di tingkat 1 (Kabupaten) maupun di tingkat Provinsi Riau menyatakan bahwa penerbitan izin yang didapatkan kliennya sudah sesuai ketentuan surat Menteri Pertanian.
“Sampai saat ini belum dibatalkan. Kalau itu bermasalah tentu sudah dibatalkan. Ternyata sampai sekarang tidak dibatalkan. Kedua, tadi dijelaskan bahwa lokasi yang dinyatakan bermasalah adalah lokasi sebetulnya juga sudah diterbitkan tuk perusahaan lain, itu bukan diluar kawasan hutan. Artinya, selama ini dikatakan itu kawasan hutan tidak terbukti. Karena dihamparan yang sama masa bisa beda?,” ungkap Juniver.
Menurut dia, berdasarkan keterangan para saksi, dia semakin yakin bahwa kepemilikan yang didapat Surya Darmadi sudah bisa dikatakan sesuai prosedur.
“Kalau belum terbit HGU, sekarang sedang diajukan proses saat ini sesuai UU Cipta Kerja no 11 tahun 2020 diberi kewenangan atau kesempatan 3 tahun sampai 2023. Jika nanti tahun 2023 kalau tidak bisa dipenuhi, ya diambil Pemerintah, artinya itu menjadi milik negara dan bukan merupakan tindak pidana,” tuturnya.
Diakuinya, pengurusan HGU selama ini berbelit, dan cukup panjang. Juniver bersyukur UU Cipta Kerja mempermudah pengurusan HGU tersebut.
Untuk persidangan selanjutnya, dia akan menyiapkan saksi meringankan, antara lain ahli mengenai administrasif, agar salah memandang dan membuat suatu keputusan, hakim nantinya melihat kejernihan kasus ini. Selain itu, dia juga akan menghadirkan ahli kehutanan, ahli keuangan serta perizinan sebagai saksi. (Joesvicar Iqbal/msb)