IPOL.ID – Sebelum mengeksekusi Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu sempat melakukan ritual di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Kalibata, Jakarta Selatan.
Hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/10).
“Terdakwa Richard naik ke lantai dua, dan masuk ke kamar ajudan. Namun bukannya berpikir untuk mengurungkan dan menghindarkan diri dari rencana jahat tersebut, terdakwa justru melakukan ritual berdoa berdasarkan keyakinannya, meneguhkan kehendaknya sebelum melakukan perbuatan merampas nyawa korban,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengutip dakwaan JPU, Selasa (18/10).
Usai melakukan ritual, Richard kemudian mendengar teriakan Ferdy Sambo. Lalu, Richard sesegera mungkin menemui dan melaksanakan perintah Ferdy Sambo. Dengan rencana jahat yang telah disusun sebelumnya, Richard pun segera mengeksekusi Brigadir Josua.
Ironisnya, Richard siap mengeksekusi korban dengan pikiran tenang dan matang serta tanpa ada keraguan sedikitpun karena sudah mengetahui jika menembak akan mengakibatkan dirampasnya nyawa korban.
“(Richard) langsung mengarahkan senjata api Glock-17 Nomor seri MPY851 ke tubuh korban, dan menembakkan senjata api miliknya sebanyak tiga atau empat kali hingga korban terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah,” beber Sumedana.
Tak sampai di situ, Ferdy Sambo kemudian juga menghampiri korban yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup dan masih bergerak-gerak kesakitan.
“Lalu untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban hingga meninggal dunia,” tambah Sumedana.(Yudha Krastawan)