IPOL.ID – Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming Raka bertemu. Dua simbol kutub kekuatan berbeda itu sarapan bareng di Solo Jawa Tengah. Pertemuan itu disebut sebagai perlambang keinginan generasi milenial terhadap pembaruan dan enggan diidentikkan dengan masa lalu.
Demikian hal itu diungkap pengamat politik sekaligus filsuf Rocky Gerung saat diwawancarai jurnalis senior Hersubeno Arief di channel youtube pada Rabu (16/11/22). “Anies mewakili gaya kepemimpinan modern, tentu ini daya tarik bagi Gibran yang mewakili milenial. Sayangnya hal ini dikhawatirkan PDIP karena style partai ini yang old school (kuno/ketinggalan -red),” ujar
Gibran, lanjutnya, ingin mencari jalan masuk panggung elit politik namun dengan cara menerabas pakem. Ia seakan ingin menunjukkan eksistensi dan pembuktian diri, layaknya sifat anak muda. “Gibran paham, ayahnya tak lama lagi akan jadi presiden. Apalagi survei Kompas bilang, masyarakat yang akan memilih orang yang akan di endorse Jokowi sebagai penggantinya cukup rendah, cuma 15 persen,” kata Rocky tegas.
Wali Kota Solo ini diakui masih muda dengan karir politik yang masih panjang. Gibran tentu ingin orang lain memperhitungkan dirinya. “Sayangnya orang di sekitar Jokowi, relawan dan PDIP menilai ini seperti manuver memecah belah PDIP,” ujarnya.
Pendiri Setara Institute ini mengaku dirinya sudah pernah bertemu dan berbicara empat mata dengan sosok Gibran. Ia menilai anak Joko Widodo ini dibesarkan dalam situasi zaman milenial. Sedangkan relawan, simpatisan dan partai penyokong tentu berharap Gibran menjaga jarak dengan Anies sebagai antitesa rejim saat ini. “Sebenarnya Gibran ini ice braker, ingin memecah kekakuan,” ujar Rocky Gerung.
Gibran, lebih jauh, ia nilai tidak ingin dikait-kaitkan dengan ayahnya. Apalagi dikira diuntungkan menggunakan fasilitas PDIP sebagai tunggangan. Gibran punya pikiran milenial, yang tidak sama –misalkan- dengan Pak Hasto Kristiyanto PDIP, ataupun Prabowo Gerindra. Gayanya berbeda. “Watak Gibran tidak sama dengan PDIP. Minimal, itu yang saya tangkap dari pertemuan saya dengan Gibran,” kata Rocky.
Apalagi bila PDIP yang diidentikan dengan Sukarno. Menurut Rocky Gerung hal ini justru mengkerdilkan Bung Karno, sebab presiden pertama RI tersebut di saat mudanya juga bergairah, dan punya semangat pembaharu. Sayangnya nama besar Bung Karno sebagai bapak bangsa dan milik seluruh rakyat Indonesia, dikerdilkan oleh PDIP yang memonopoli Sukarno. “Padahal Bung Karno itu bapak bangsa dan nama bangsa bukan semata nama sebuah partai,” ujarnya.
Di pihak lain Ketua DPP PDIP, Said Abdullah menduga peristiwa pertemuan Anies dan Gibran semata dilakukan Anies guna persiapannya menjelang 2024. Ia menilai, tak ada pembicaraan terkait Pilgub DKI dalam pertemuan tersebut. Said mengatakan, Anies tak bisa menjadi king maker di Pilgub DKI.
“Kalau Anies yang mau majukan Gibran, Anies nggak punya partai. Gibran kader PDIP. Itu tricky politik Anies untuk mecah belah PDIP,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, bahwa hal tersebut merupakan bagian dari cara Anies agar supaya lebih dikenal publik. Pujian Anies ke Gibran dinilai ada maksud tertentu. “Itu hanya cari keuntungan politik saja Anies,” kata Said.
Sebagaimana diketahui sebelumnya pada Selasa (15/11/22), eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertemu Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Usai sarapan bersama, Anies ditanya soal potensi Gibran maju sebagai calon gubernur di Pilkada DKI. Anies memuji Gibran yang mampu menjadi figur yang bisa menjangkau semua kelompok masyarakat. (timur arif)