IPOL.ID – Presiden Jokowi didesak lebih tegas dalam mencegah dan menindak politisasi identitas yang berbau SARA, Intoleran, termasuk Radikalisme. Sikap tegas perlu dilakukan oleh orang nomor satu di negeri ini, bukan hanya imbauan tapi melalui aturan. Baik berupa Perppu, Kepres, ataupun instruksi presiden (inpres).
Jokowi juga diminta membentuk gugus tugas yang pada intinya memerintahkan kepada kepala daerah, TNI-Polri, terutama Kementerian Dalam Negeri agar aktif dalam memberantas politisasi identitas.
“Presiden harus keras tanpa pandang bulu kalau soal politisasi identitas. Memerintahkan kepala daerah agar stop politik identitas, SARA, radikalisme dan sejenisnya. Hentikan itu semua karena mengancam keutuhan bangsa Indonesia,” ujar Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid kepada wartawan, Jumat (23/12).
Ia pun meminta Presiden Jokowi menindak tegas siapa pun kepala daerah yang ikut-ikutan menjadi sutradara politisasi identitas.
“Stop juga melakukan tindakan yang merugikan negara, seperti korupsi, nepotisme, ataupun aksi intoleran di daerah,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, menjelang pemilu 2024, kegiatan yang menyangkut intoleransi serta radikalisme itu sangat rawan. Sebab banyak kepentingan akan ikut mencoba masuk dan bermain.
Dalam kondisi yang penuh dengan ancaman ini, Habib Syakur mengaku miris karena Partai Politik sekarang justru memerankan sebagai aktor politisasi identitas.
Sehingga kepala daerah yang belum selesai masa jabatannya, cenderung memainkan politisasi identitas untuk dapat dukungan.
“Padahal kepala daerah, baik Gubernur, Bupati, maupun Wali Kota adalah memimpin Forkompinda yang membawahi kepolisian, kejaksaan, juga kehakiman yang ada di daerah,” tandasnya.
“Kalau kepala daerahnya sudah terkontaminasi, lalu independensi aparat di bawah Forkompinda seperti apa? Makanya saya minta pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi yang memberi perintah keras!” tandas Habib Syakur.(Yudha Krastawan)