IPOL.ID – Istilah Ramalan dalam bahasa Arab, sepadan dengan kata kahuna-yakhinu yang berarti perdukunan. Istilah lainnya adalah ‘Arraf (tukang ramal) dan Munajjim (ahli nujum). Dukun atau Kahin yaitu orang yang memberitakan hal-hal yang gaib yang akan terjadi. Menurut Ibnu Taimiyah, ketiga istilah Kahin, ‘Arraf, dan Munajjim, memiliki makna yang sama (sinonim) yaitu ramalan dan perdukunan.
Menurut Ruslan Fariadi, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, di tengah masyarakat, istilah dukun terkadang memiliki makna positif dan negatif. Contoh terminologi dukun yang memiliki makna positif misalnya “Dukun Beranak atau Dukun Bayi”. Yakni, orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan serta perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat.
Adapun dalam pengertian yang negatif (menurut perspektif Islam), dukun adalah: orang yang mengaku mampu mengetahui kejadian yang akan datang (baik atau buruk), mengetahui hal-hal yang gaib serta sesuatu yang ada di dalam hati orang lain, dengan cara-cara yang dilarang oleh agama.
“Korban dari pedukunan tidak hanya masyarakat biasa. Dari pejabat hingga penjahat jadi korban. Para pengusaha baik kecil, menengah, bahkan yang telah besar. Kalangan profesional dan intelektual tidak luput jadi korban perdukunan,” ucap Ruslan dalam Pengajian Tarjih, dilansir laman PP Muhammadiyaj, baru-baru ini.
Faktor maraknya perdukunan ditenggarai oleh lemahnya iman, tidak mengerti agama, malas berusaha dan ikhtiar, korban iklan, cinta-benci yang berlebihan, dan peran media. Demi mendapat konsumen, praktik perdukunan juga mengalami metamorposis istilah, dari dukun, para normal, orang pintar, hingga saat ini kadang disebut ahli spiritual.
Menurut Ruslan, media cetak maupun elektronik dan Media social (internet), membuat perdukunan semakin populer dan diminati oleh berbagai lapisan masyarakat. Bahkan berbagai sinetron yang menampilkan dunia mistik baik secara vulgar maupun dengan kemasan religi, semakin membodohi masyarakat. Tidak sedikit masyarakat awam yang berkeyakinan bahwa para dukun tersebut benar-benar hebat.
“Di sinilah dibutuhkan peran agama dan para tokohnya (termasuk Muhammadiyah) untuk melakukan peran purifikasinya dalam rangka mensterilkan akidah umat dari berbagai penyimpangan dan kesyirikan yang dapat membatalkan ketauhidan mereka,” ucap Ruslan.
Percaya Zodiak?
Dalam Fatwa Tarjih disebutkan bahwa Ramalan Zodiak termasuk bagian dari perdukunan. Banyak orang meyakini nasib baik dan buruknya berdasarkan ramalan tersebut. Pengistidlalannya didasarkan pada beberapa ayat dan hadis Nabi SAW.
Ramalan Zodiak semakin popular di kalangan sebagian masyarakat, karena dikemas dengan berbagai media teknologi informasi (Perdukunan Digital). Para “aktivis perdukunan” berusaha untuk memodernisasi diri dengan melakukan modifikasi dan kreasi-inovatif sesuai dengan kemajuan dan perkembangan teknologi.
“Bentuk Perdukunan Digital ini banyak ada zodiak, horoskop, perbintangan, sio hewan, feng -shui, mitologi, membaca abjad/kartu arah rumah, suara binatang tertentu, karma, permainan jaelangkung, dan lain-lain,” terang Ruslan.
Jika memang terbukti, sikap terbaik ialah tidak perlu percaya sekalipun benar terjadi. Pasalnya mempercayai ramalan seperti itu akan membawa dampak yang serius seperti masuk dalam dosa besar, durhaka kepada Allah, tidak diterima salat, racun dalam amal saleh, tidak diampuni, pengikut setan, dan hal tersebut masuk dalam tujuh hal yang membinasakan.
Ruslan kemudian mengutip hadis Nabi SAW, “Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”.
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (HR. al-Bukhari dan Muslim). (ahmad)