“Fungsikan personel polisi militer dan hukum militer di garis belakang operasi intelijen dan operasi tempur. Mereka harus bekerja di lapangan, bukan kerja di dalam ruangan saja,” paparnya.
Efektifitas operasi intelijen, lanjutnya, berkaitan dengan perilaku petugas intelijen dan tergantung pada sikap moral dan nilai. Diakuinya, operasi intelijen dapat menyebabkan dilema moral dalam perilaku petugas intelijen. Oleh karena itu agar tidak melanggar prinsip etika dan nilai-nilai demokrasi, dalam operasi intelijen dan operasi tempur, perlu juga melibatkan personel pembinaan mental (bintal) TNI.
Menurut Selamat Ginting, militer dibentuk untuk menghadapi situasi bangsa yang tidak normal, dan situasi darurat dimana sipil tidak mampu mengatasinya. Mereka sebaiknya lebih banyak ditempatkan di lapangan, bukan lebih banyak di dalam ruangan, termasuk dari satbanmin TNI.
“Jadikan Papua sebagai daerah proyek utama penanganan menjaga kedaulatan bangsa. Hal seperti ini pernah dilakukan di era Presiden Sukarno melalui program Trikora menghadapi Belanda,” ujar Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Unas.