Akhirnya terdakwa Ferdy Sambo memerintahkan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk menghilangkan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menyanggupi perintah tersebut sehingga sempurnalah pembunuhan berencana itu terjadi.
Secara limitatif, pemberian justice collaborator dalam tindak pidana pembunuhan berencana tidak diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban jo Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 yang secara tegas mengatur tindak pidana tertentu antara lain tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir.
Oleh karenanya, apabila ditelaah maka pembunuhan berencana tidak termasuk dalam tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir, terlebih lagi terdakwa Ferdy Sambo dan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah pelaku sebagaimana dalam klaster 1 yang tidak bisa dijadikan justice collaborator. Namun demikian, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) secara tegas menyampaikan khusus tuntutan terhadap Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang memberikan kesaksian jujur dan kooperatif, telah diakomodir dalam surat tuntutan sehingga menjadikan grade tuntutan yang begitu jauh dengan terdakwa Ferdy Sambo yang kedudukan sama yakni sebagai pelaku utama. Mengenai tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan disebut dominus litis Jaksa dalam sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Soal putusan, nantinyamenjadi kewenangan Hakim dengan mempertimbangkan fakta persidangan, alat bukti, dan berdasar keyakinan Hakim terkait apakah putusannya sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau Hakim memiliki pertimbangan sendiri. Hal ini karena orientasi dalam penyelesaian perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil (materieele waarheid).