Dalam UU Tipikor Pasal 14 tertulis, “Secara eksplisit menyatakan ketentuan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang secara tegas meyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.”
Selain itu, I Gde Pantja mengatakan, terkait konflik masalah kehutanan, perkebunan dan perizinan di Indonesia, pemerintah telah menciptakan formulasi penyelesaian melalui UU Cipta Kerja.
Dengan tujuan semua badan usaha yang tak kunjung mendapatkan izin usaha meski telah berpuluh-puluh tahun mengusulkan izin.
Sebagai akibat dari konflik tumpang tindih kewenangan dalam pemberian izin berinvestasi, antara pemerintah pusat dan daerah serta lembaga atau kementerian, dapat mudah memiliki legalitas perizinan. Melalui pengusulan ulang perizinan secara administrasi, paling lama 3 tahun setelah UU Cipta Kerja disahkan menjadi UU.
“Atas karut marut masalah perizinan dengan fakta yang terjadi sekian puluh tahun, telah terjadi tumpang tindih aturan konflik kewenangan antara daerah dan pusat, mengakibatkan terjadinya proses pengurusan izin bertele-tele. Untuk itu, diciptakanlah UU Cipta Kerja ini dalam bentuk Omnibus,” ungkapnya.