IPOL.ID – Kejaksaan Republik Indonesia terus berusaha lebih transparan dalam penegakan hukum. Terlebih saat memasuki era transformasi digital seperti sekarang ini, dimana keterbukaan sudah menjadi sesuatu hal yang lumrah.
“Dunia di era transformasi digital teknologi saat ini sudah bagaikan aquarium yang tak dapat ditutupi lagi, tidak ada sekat, dan tanpa batas. Bahkan rekam jejak kita tidak bisa ditutupi di era media yang sangat cepat dan serba modern ini,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui keterangannya, Sabtu (11/2).
Untuk itu, Kejaksaan sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) perlu karya-karya yang monumental seperti dari segi penindakan dengan melakukan berbagai proses penyidikan yang terkait dengan hajat hidup orang banyak.
Seperti kasus minyak goreng, PT Asuransi Jiwasraya, PT ASABRI, PT Garuda Indonesia, impor garam dan tekstil. Kasus-kasus tersebut menjadi perhatian kita untuk dilakukan penindakan dengan menerapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta unsur perekonomian negara.
“Bumbu-bumbu inilah yang oleh media menjadi menarik diulas dan dikupas tuntas untuk konsumsi masyarakat sehingga simbiosis mutualisme antara media dan institusi Kejaksaan dapat terjaga dengan baik dalam memberi manfaat pemberitaan,” ujar Burhanuddin.
Di samping penindakan, membangun citra humanis penegakan hukum juga hal yang menjadi prioritas. Tak heran, Burhanuddin selalu menekankan penegakan hukum tidak selalu di sidang, tetapi bagaimana jaksa dikenal dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selain program penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif yang sudah mendunia, juga ada program Jaksa Masuk Desa, Jaksa Masuk Sekolah, dan Jaksa Teman Masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih luas.
“Sehingga Jaksa Humanis dapat menciptakan kedamaian di masyarakat sebagai tujuan hukum yang hakiki,” tandas Burhanuddin.(Yudha Krastawan)