IPOL.ID – Era otonomi daerah yang telah berjalan selama 26 tahun, mendapat sambutan yang baik dari daerah. Terlihat dari antusiasme pemerintah daerah dalam menawarkan potensi daerahnya, dengan sejumlah kemudahan bagi calon investor untuk melakukan investasi. Sejumla cara pun dilakukan untuk menarik minat calon investor. Karena sejatinya, tujuan dari pelaksanaan otonmi daerah adalah untuk menjadikan daerah mencapai kemandirian fiskal.
Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Kanarvian dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro saat memperingati Hari Otonomi Daerah Tahun 2022, lalu.
Lebih lanjut, Mendagri menyampaikan bahwa hal tersebut dilakukan dengan menggali berbagai potensi sumber daya yang bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta memacu terjadinya percepatan dan pemerataan pembangunan.
Tarik Investor Untuk Kembangkan Daerah
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah, agar dapat mendatangkan investor untuk mau berinvestasi di daerahnya?
Dirangkum dari berbagai sumber, bisa dikatakan sebelum menawarkan daerahnya kepada investor, pemerintah daerah terlebih dahulu harus memahami apa potensi daerahnya yang menjadi kebutuhan investor. Setelah mengetahui potensinya, barulah dirancang media promosi seperti apa yang akan digunakan.
Misalanya dapat melalui pameran, advertising, hingga road show. Seiring dengan itu dilakukan pula upaya public relations dan upaya komunikasi keluar. Tak sedikit pemerintah daerah yang menyewa konsultan komunikasi pemasaran.
Beberapa daerah yang lain melakukan branding. Misalnya, Jogja mengatakan Jogja never ending Asia, Banyuwangi disebut sebagai Sunrise of Java, Bandung sebagai Paris van Java, dan sebagainya. Atau membuat open house, mengikuti ekonomi regional, seperti Asian tourism forum. Jadi pemda bersama dengan pihak yang terkait, melakukan road show kemana-kemana, loby ke investor-investor bahwa daerahnya memiliki berbagai potensi.
Tidak boleh dilupakan adalah sejauhmana kesiapan infrastruktur pemda, meliputi, Pertama; kesiapan legal. Yaitu aturan mengenai penanaman modal. Kalau orang asing masuk bermitra dengan orang local, seperti swasta atau BUMD, aturannya seperti apa, dan bagaimana juga bila 50 persen saham yang ditanam itu, dimiliki oleh orang asing?
Kedua; adalah kesiapan organisasi legal. Itu bicara tentang lembaga di Pemda yang mengurusi masalah administrasi. Jadi kadang-kadang kebijakannya itu cukup comprehensive, sehingga hal-hal yang cukup penting kadang-kadang tidak terlingkupi.
Ketiga; sumber daya manusia (SDM). Selama ini Pemda dipandang kurang mampu bertemu, berdiskusi, bahkan bernegosiasi dengan investor. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kualitatif yang membicarakan aneka ragam project-nya. Kuantitatif itu bicara aneka macam angka, manfaat financial, manfaat demografis dan sebagainya.
Menggandeng Swasta
Kini saatnya Pemda bekerja sama dengan pihak swasta. Jadi Pemda membuat badan yang di sana terdiri dari insan Pemda dan swasta. Swasta ini mereka yang tergabung dalam asosiasi bisnis atau individu-individu yang secara excellence itu memiliki track record di bidang investment. Badan ini juga sebaiknya ada satu orang yang mengurusi legal. Legal ini berkaitan dengan aturan-aturan yang harus disikapi, ketika investor itu memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.
Cara ini membuat investor dimudahkan. Caranya apa? Harus mencari informasi seluas mungkin ke pusat, ke lembaga terkait. Di badan ini syarat administrasi harus ada lembaga yang menyediakan data. Data mengenai potensi, demografi kota, moneter daerah, perputaran keuangan di daerah. Data ini kemudian dihubungkan dengan data employment dan dengan data-data market di daerah itu dan sekitarnya. Kemudian dipresentasikan kepada investor sebagai informasi dan alat negosiasi.
Tetapi yang perlu diingat, salah satu komitmen yang menjadi harapan investor berinvestasi adalah kepastian hukum.
Yang kedua, ternyata upah buruh sekarang sudah kompetitif. Ada beberapa investor mengatakan bahwa memang upah buruh di Indonesia bagus, tetapi kinerjanya tidak bagus. Entah karena skill-nya rendah atau karena senang demo. Kemudian regulasi yang berkaitan dengan investasi yang masih terlalu kaku, kurang simple, kurang memudahkan, kurang memberikan insentif. Selain itu probelmnya adalah kita ini kurang peduli pada data dan inforasi, padahal itu yang diperlukan investor.
Daerah Sebagai Inisiator
China menerapkan otonomi. Tetapi mereka mengistilahkannya desentralisasi. Di negeri Panda itu, BUMD dan BUMN-nya cukup kuat karena peran pemerintahnya sangat kuat. Pemerintah sangat diparuhi oleh publiknya. Repotnya di Indonesia, pemerintahnya tidak cukup dipatuhi, dan regulasi kita mengenai otonomi daerah, tetapi dalam beberapa hal masih membingungkan.
Dengan area yang masih abu-abu seperti itu, sulit bagi perusahaan daerah untuk menuntut berjalan. Karena mereka tidak memiliki leadership yang bagus. Mereka cenderung takut mengambil risiko, mereka cenderung lemah dalam leadership sehingga mereka menunggu. Kalau aturan tidak jelas, semakin tunggu sehingga semakin aturan tidak jelas. Inilah yang terjadi di Indonesia.
Melihat kenyataan tersebut, maka kalau kita melihat UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 yang menjadi acuan, memang inisiatif itu harus lebih banyak di tingkat pemerintah daerah. Dalam situasi itu pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemampuan untuk melihat ke depan –visioner mengenai, kabupaten, provinsinya di 5-10 tahun ke depan akan menjadi apa. (Yuli)