Pertentangan politik oposisi dan pemerintahan Jokowi telah terjadi sejak 2014 (periode 1 dan 2019 periode 2 Jokowi), bahkan bacapres yang selama ini diyakini oleh oposisi adalah sosok yang dapat memperjuangkan oposisi secara tersirat dengan nyata siap untuk bekerja dan berjuang untuk rakyat. Hal ini pun telah dimaknai oleh publik sebagai Anti-thesa Jokowi.
Persoalan Anti-thesa Jokowi telah disampaikan resmi atau tidak oleh kandidat bacapres idaman oposisi, seyogyanya sikap oposisi harus tetap berada di jalur perjuangan yang diwujudkan dengan tidak melanjutkan program kekuasaan.
Jika misal bacapres yang berasal dari luar kekuasaan memiliki strategi menangkan pilpres dengan cara menjaga jarak dengan “islam fanatik”, atau oposisi garis keras, dll dengan kemungkinan mendapatkan limpahan dukungan dari pro pemerintah, hendaklah dilakukan secara rasional, bukan semata melihat peluang kemenangan pilpres 2024.
Lagi pula melanjutkan IKN yang akan dilakukan oleh bacapres jika kelak terpilih dikatakan sebagai strategi dalam rangka mencari dukungan mayoritas, tentu ini sebuah alasan yang sangat aneh. Bagaimana hal ini bisa dikatakan strategi, jika statemennya “melanjutkan IKN” malah mundur jauh kebelakang, bahkan terkesan memberi legitimasi kepada kekuasaan Jokowi, yang jelas menurut konstitusi 360 hari lagi ia harus lepaskan jabatannya sebagai presiden.