Di ajang perlombaan ini, Rafif dan kawan-kawan berhasil mengungguli dua tim dari Institut Teknologi Bandung yang meraih posisi Juara 2 dan Juara 3, serta perwakilan dari universitas kenamaan Indonesia lainnya seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Brawijaya, dan Universitas Syiah Kuala.
“Dalam kompetisi ini, kami ditantang untuk menganalisis serangkaian data bawah permukaan dari beberapa sumur dan lintasan penampang seismik. Dari data tersebut, kami harus menentukan daerah yang cocok diinjeksikan CO2 ke bawah permukaan bumi serta potensi kapasitas penyimpanan CO2 dalam penerapan teknologi CCS,” kata Rafif yang merupakan ketua tim.
Agar CCS dapat diterapkan dengan baik dan aman, Rafif menjelaskan, ada sekumpulan kriteria yang harus diperhatikan, salah satunya harus memerhatikan struktur geologi bawah permukaan pada area penelitian. Formasi yang akan diinjeksikan CO2 tidak boleh berada pada sesar atau patahan yang bersifat konduit (jalur rekahan) karena tanah di jalur ini cenderung tidak stabil. Jika terjadi reaktivasi pada sesar tersebut kemungkinan bisa menyebabkan kebocoran CO2.