Selama tidak ada evaluasi dan pernyataan bahwa sistem ganjil-genap gagal, Pemda Jakarta tidak berhak menerapkan sistem berbayar ERP, karena dasar diberlakukannya kebijakan publik ini tidak jelas dan tidak kuat. Terkesan hanya untuk pengadaan proyek saja untuk “memeras” warga.
Kedua, Pemda Jakarta harus menjelaskan siapa investor sistem ERP, apakah Pemda langsung atau ada investor pihak ketiga.
Kalau ada investor pihak ketiga, Pemda Jakarta harus menjelaskan bagaimana cara pengadaan sistem ERP tersebut, apakah beli putus atau bagi hasil? Pemda Jakarta juga harus mengumumkan siapa investor pihak ketiga tersebut.
Kalau bagi hasil, berapa untuk investor dan berapa untuk Pemda Jakarta? Kalau bagi hasil, pemberlakuan jam operasional ERP yang sangat panjang tersebut (jam 5:00-22:00) patut diduga untuk menguntungkan investor?
Ketiga, sistem ERP hanya diterapkan di negara maju dengan sistem transportasi sangat baik dan pendapatan (per kapita) sangat besar.
Sistem ERP sejauh ini hanya diterapkan di Singapore, Jerman, Swedia, Inggris, dengan pendapatan per kapita pada 2021 masing-masing 72.794 dolar AS, 51.204 dolar AS, 61.029 dolar AS dan 46.510 dolar AS. Sedangkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2021 hanya 4.333 dolar AS.