Susiani memegang foto mendiang putranya, Hendra, yang menjadi salah satu korban tewas desak-desakan maut di Stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022. Susiani menghadiri sidang tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, 16 Maret 2023. (Foto: Juni Kriswanto/AFP)
Saat bersaksi, Devi menolak hasil autopsi yang menyimpulkan kematian dua anak perempuannya karena terinjak-injak, bukan oleh gas airmata.
“Lha, itu kan sudah sangat melukai hati saya, melukai hati semua korban yang mengharapkan bahwa kedua putri saya sebagai sampel untuk mengurai tabir kepalsuan ini. Tapi kenyataannya sudah ditipu dan dikhianati oleh seorang dokter Nabil di persidangan di Surabaya,” tutur Devi.
Dia menilai polisi seperti kebal hukum karena dibebaskan dalam kasus Kanjuruhan. Selain itu, polisi juga telah mengintimidasi keluarga korban agar tidak memberatkan kepolisian.
KontraS: Banyak Kejanggalan
Wakil Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Bidang Advokasi Tioria Pretty mengakui sejak awal persidangan terhadap para terdakwa kasus Kanjuruhan sudah menunjukkan beberapa kejanggalan. Untuk itu Kontras dan anggota koalisi masyarakat sipil lainnya menilai proses peradilan perkara Kanjuruhan tidak sungguh-sungguh. KontraS mencatat ada sepuluh keanehan.