Kejanggalan berikutnya, lanjut Tioria, adalah minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban dalam persidangan. Lalu terjadi intimidasi yang dilakukan oleh anggota kepolisian dengan membuat gaduh dalam ruang sidang.
Tioria menilai seharusnya ketua majelis hakim dapat mengambil keputusan tegas dengan menyatakan teriakan-teriakan yang dibuat puluhan anggota Brimob dalam ruang sidang sebagai penghinaan terhadap pengadilan.
Pengaburan fakta terjadinya penembakan gas air mata ke tribun penonton tambahnya juga merupakan kejanggalan. Selain itu, suporter juga mengalami kekerasan di dalam dan di luar stadion.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 seusai pertandingan di mana tuan rumah Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya. Insiden ini menewaskan 135 orang. Kesimpulan dari TGIPF menyebutkan semua korban meninggal akibat tembakan gas air mata.
Sumber: Voa Indonesia