IPOL.ID – Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel mengajak pada jajaran pemerintah daerah untuk membangun iklim usaha pertanian agar generasi muda tertarik menjadi petani.
“Kita harus memperbanyak petani muda. Kita harus peduli pada pertanian dan pangan,” kata Gobel dalam keterangan tertulis dikutip Senin (20/3).
Hal itu ia sampaikan saat melakukan ceramah umum di hadapan para pegawai pemerintahan Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dalam acara itu hadir Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, dan Sekda Konawe Selatan, Sitti Chaddidjah.
“Hari ini saya sengaja hanya akan berbicara tentang pertanian. Karena pertanian makin memiliki kedudukan strategis ke depan,” kata Gobel.
Dia mengatakan, salah satu faktor yang memudahkan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah karena para petani dan nelayan berhasil menyediakan pangan.
“Bayangkan jika saat itu kita gagal menyediakan pangan. Kita susah membayangkan apa yang terjadi pada saat itu. Karena itu saya menyebutkan petani dan nelayan kita sebagai petani dan nelayan pejuang,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
Namun, setelah badai Covid-19 mereda, kata Gobel, muncul perang Ukraina dan Rusia. Pada sisi lain, katanya, dunia masih terus dihantui oleh perubahan iklim yang membuat pertanian terganggu.
Perang Ukraina-Rusia, katanya, memiliki dua dampak besar. Pertama, suplai pangan terganggu karena masalah boikot serta transportasi yang mahal dan iklim transportasi yang diganggu sabotase.
Kedua, harga pupuk melonjak sehingga harga produk pertanian ikut melonjak, suplai pupuk terganggu, dan daya beli petani terhadap pupuk menurun. Sedangkan perubahan iklim memiliki dampak terhadap pola tanam dan produksi pertanian.
“Karena itu, ke depan pertanian makin menduduki posisi strategis. Ancaman krisis pangan merupakan hal yang nyata,” katanya.
Hanya saja, kata Gobel, para petani Indonesia umumnya berusia tua.
“Generasi muda kurang tertarik. Ini ada sebabnya, yaitu pendapatan petani relatif kecil dibandingkan dengan profesi lain,” katanya.
Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mencari solusinya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan produktivitas pertanian.
“Saya sudah melakukan uji coba di Gorontalo dengan menggunakan pupuk organik. Hasilnya lebih dari dua kali lipat. Ini meningkatkan pendapatan petani,” katanya.
Penggunaan pupuk organik, kata Gobel, memiliki sejumlah keuntungan. Pertama, pupuk organik merupakan produk dalam negeri. Hal ini juga sekaligus menjadi solusi dalam menghadapi kesulitan pupuk kimia akibat perang Ukraina-Rusia.
Kedua, harga pupuk organik lebih murah daripada harga pupuk kimia. Ketiga, produktivitasnya lebih besar daripada pupuk kimia murni.
“Jadi ini sangat menguntungkan. Ini bisa membuat generasi muda akan tertarik untuk menjadi petani,” katanya. Ketiga, dunia sedang tren untuk mengkonsumsi produk pertanian organik.
Selain itu, Gobel juga mengingatkan agar Indonesia kembali ke produk herbal.
“Belanda datang ke Indonesia bukan untuk mencari tambang, tapi untuk mencari rempah-rempah. Itu produk herbal. Lalu mengapa kita meninggalkannya?” tanyanya.
Pasca Covid-19, katanya, penduduk dunia, termasuk di negara-negara maju makin gandrung mengkonsumsi produk herbal. Selain itu, katanya, pasar herbal dunia sangat besar.
“Pasar herbal dunia mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun. Tapi Indonesia baru bisa mengisi kurang dari satu persennya saja. Padahal alam Indonesia sangat kaya oleh produk herbal,” katanya.
Untuk itu, Gobel mengajak kepada aparat pemerintah daerah agar giat dalm membangun pertanian. “Ini tanah leluhur kita. Harus kita jaga,” katanya. Menurutnya, tanah Sulawesi sangat kaya dan sangat subur.
“Ada satu peluang lagi yang sangat besar bagi Sulawesi, yaitu pembangunan IKN di Kalimantan. Sulawesi bisa menjadi penyuplai pangan bagi penduduk IKN. Akan ada peningkatan jumlah penduduk,” katanya. (Far)