IPOL.ID – Pemerintah yang memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) beras menjelang bulan suci Ramadan. Hal itu pun dikeluhkan oleh pedagang Warung Tegal (Warteg).
HET beras medium zona 1 mencakup wilayah Provinsi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi yang sebelumnya Rp9.450 per kilogram kini melonjak jadi Rp10.900.
Sebelumnya, pada Rabu (15/3) pemerintah menyatakan kenaikan HPP untuk pembelian gabah dan beras di tingkat petani, penggilingan, di Gudang Bulog, kemudian kenaikan HET di konsumen.
HET beras pada zona 1 Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi, Zona 2 Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, NTT, Kalimantan, Zona 3 Maluku dan Papua pun ikut naik.
HET beras medium zona 1 Rp10.900, zona 2 Rp11.500, kemudian zona 3 Rp11.800, sedangkan untuk beras jenis premium pada zona 1 Rp12.900, zona 2 Rp14.400, dan zona 3 Rp14.800.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, kenaikan HET beras ini memberatkan daya beli para pedagang yang baru berupaya bangkit dari dampak Pandemi Covid-19.
“Kalau naik lebih dari Rp10 ribu itu sudah lumayan mahal. Teman-teman (pedagang) juga bertanya sebenarnya,” kata Mukroni saat dikonfirmasi wartawan di Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (16/3).
Para pedagang Warteg keberatan karena mereka harus merogoh kantong lebih dalam membeli beras, sementara sejumlah harga kebutuhan pokok lainnya juga mengalami kenaikan.
Sehingga mereka harus berpikir berulang kali untuk dapat menaikkan harga menu makan, mengingat daya beli masyarakat masih lesu dampak Pandemi Covid-19.
“Terus terang kita ekonomi berjalan di tempat, stagnan. Kita khawatirkan dalam kondisi seperti ini barang-barang (kebutuhan pokok naik). Kita menyesalkan kenaikan HET,” keluh Mukroni.
Pada bulan Februari 2023 lalu saat harga beras medium berkisar di atas Rp10 ribu per kilogram. Sejumlah pedagang Warteg bahkan harus mengurangi porsi makan untuk pembeli.
Kini, setelah pemerintah menaikkan HET beras medium, Mukroni menambahkan, para pedagang Warteg belum dapat memastikan apa mereka menaikkan harga atau kembali mengurangi porsi.
“HET juga compare (bandingkan) dengan harga bahan baku dan daya beli. Supaya pelanggan bisa menikmati rasa dan porsi. Kalau porsi sedikit kan kasihan juga pelanggan,” ungkapnya. (Joesvicar Iqbal)