IPOL.ID – Memasuki tahun politik, lembaga survei nasional Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam surveinya untuk pemilihan umum (pemilu) 2024. Total perolehan partai berbasis Islam potensial terkecil dalam sejarah pemilu bebas Indonesia (1999-2024+1955).
Dalam survei nasional di 2023, Peneliti senior LSI Denny JA, Ade Mulyana menjelaskan, dalam pemilu 2024, partai berbasis Islam secara keseluruhan potensial dukungannya menurun.
Bahkan partai berbasis Islam dalam pemilu tahun depan potensial memperoleh dukungan paling kecil sepanjang sejarah pemilu bebas di Indonesia.
“Yang dimaksud pemilu bebas disini pemilu sejak era kebebasan partai politik era Reformasi (1999-2024), ditambah pemilu 1955,” kata Ade dalam Hasil Temuan dan Analisis Survei Nasional ‘Mengecilnya Partai Berbasis Islam’ di kantor LSI Denny JA di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (17/3) siang.
Pemilu era Orde Baru, sambungnya, tidak dimasukkan ke dalam kategori pemilu bebas. “Karena partai peserta pemilu hanya dibatasi menjadi 3 partai politik itu-itu saja,” ujarnya.
Ade mengatakan, sedangkan partai berbasis Islam dalam konteks ini ditentukan dua ukuran. Pertama, persepsi publik bahwa itu partai berbasis Islam di survei nasional Denny JA.
Kedua, jika tidak ada basis data survei, ditentukan melalui pendapat ahli atau dikenal expert judgement.
“Walau pemilih Indonesia 87% muslim, partai berbasis Islam tidak pernah menang pemilu bebas, bahkan mengecil, karena banyak sebab,” papar Ade.
Salah satunya, karena depolitisasi Islam yang berhasil di era Orde Baru melalui azas tunggal Pancasila dan P4. Disamping itu, disebabkan kurangnya inovasi partai politik berbasis Islam di era Reformasi.
Lebih dari 50% lanjutnya, publik memandang partai berbasis Islam yaitu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Ummat (PU).
Lebih dari 50% memandang partai itu berbasis terbuka/nasionalis yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar (Golkar), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Demokrat, Nasional Demokrat (Nasdem), Persatuan Indonesia Raya (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Hati Nurani Rakyat (HANURA), Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Buruh, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
“Total 38.9% dari peserta pemilu 2024 di nilai berbasis Islam. Dari sisi jumlah partai, partai berbasis Islam sudah minoritas”.
Dari tiga partai papan atas (partai dengan dukungan diatas 10%), tidak ada partai berbasis Islam. Persentase partai berbasis Islam di partai papan atas adalah nol. “Tak ada partai berbasis Islam masuk dalam jajaran partai besar,” ujarnya.
Partai papan atas, pertama ditempati PDIP dengan dukungan sebesar 22.7%, kedua Golkar 13.8%, ketiga Gerindra 11.2%, Partai papan atas semua diisi partai berbasis terbuka/nasionalis.
Dari partai papan tengah (partai dengan dukungan 4% sampai 10%, partai berbasis Islam ada dua partai, yaitu PKB dan PKS. Persentase partai berbasis Islam di partai papan tengah 50%.
Dari partai papan bawah (partai dengan dukungan 1% sampai 4%), partai berbasis Islam ada dua partai yaitu PPP dan PAN. Persentase partai berbasis Islam di partai papan bawah 66.7%.
Untuk partai papan bawah terdapat tiga partai yaitu Perindo paling tinggi dukungannya 2.8%, disusul PPP 2.1%, dan PAN 1.9%. Dalam urutan partai kecil (dukungan 1-4 persen), didominasi partai berbasis Islam.
Dari partai nol koma (partai dukungan dibawah 1%), partai berbasis Islam terdapat tiga partai yaitu, PBB, Partai Ummat, dan Gelora. Persentase partai berbasis Islam di partai nol koma 37.5%.
Partai nol koma terdapat delapan partai, yaitu PSI dengan dukungan 0.5%, PBB 0.3%, Garuda 0.3%, Ummat 0.3%. Hanura 0.1%, Buruh 0.1%, Gelora 0.1%, dan PKN 0.1%
Setahun sebelum pemilu legislatif 2024, partai berbasis Islam sebanyak 17.6%. Partai berbasis terbuka/nasionalis 61%. Jika dibuat perbandingan, maka dukungan partai berbasis Islam dengan dukungan partai berbasis terbuka/nasional 1 berbanding 3.5.
Dalam pemilu 2024, total dukungan atas partai berbasis Islam potensial terkecil sepanjang sejarah pemilu bebas di Indonesia.
Mengapa total pemilih Indonesia yang jumlah muslimnya 87%, partai berbasis Islam tidak pernah nomor satu, bahkan mengecil?
Ade mengatakan, penyebabnya pertama, depolitisasi Islam era Orde Baru selama 20 tahun yang berhasil (1978-1998).
Pada masa itu, berlaku secara massif dan keras pemaksaan azas tunggal Pancasila di 1985, melalui Undang-Undang (UU) Partai Politik dan UU Keormasan.
Berlaku pula secara massif dan keras pendidikan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) ditetapkan melalui tap MPR 1978.
Kedua, absennya calon presiden (capres) berlatar belakang santri kuat. “Padahal capres kuat menarik partainya kuat pula,” katanya.
Sejak pilpres pilihan langsung 2004, tidak ada capres kuat berlatar belakang politik Islam. Bahkan Amien Rais yang populer sebagai Tokoh Reformasi di 2004, sudah tersisih putaran pertama.
“Setelah pemilu presiden 2004, praktis tak ada capres berlatar politik Islam yang berhasil bahkan hanya untuk maju secara sah sebagai kandidat presiden”.
Penyebab ketiga, tidak ada inovasi segar dari partai berbasis Islam menambah dukungan dan pesona, sejak reformasi.
“Untuk partai terbuka/nasionalis mengalami hal sama, tetapi mereka memiliki capres kuat mengangkat partainya,” tutup Ade. (Joesvicar Iqbal/msb)