Di dalam Rencana Aksi tersebut, memang disebut ada strategi meningkatkan efektivitas pengawasan dan pelaksanaan penegakan hukum. Namun, dalam kegiatannya hanya mencantumkan kegiatan, diantaranya, pemberian reward and punishment kepada Pemda, pengelola, dan masyarakat atas pelanggaran dan SOP pengelolaan sampah di kawasan destinasi pariwisata bahari. Pemerintah Indonesia tidak memiliki keberanian untuk menuntut pertanggungjawaban dengan memberi sanksi tegas korporasi yang terbukti telah mencemari laut Indonesia dengan sampah plastik yang mereka produksi.
Meskipun belum memiliki undang-undang khusus, sampah plastik seharusnya dimasukan ke dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena tingkat bahaya yang ditimbulkannya. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur sanksi penjara dan denda yang untuk limbah B3. Pasal 103 menyebut sanksi berupa penjara paling lama 3 tahun dan denda sebanyak 3 miliar rupiah.
Laut bukan tong sampah raksasa. Ia harus diselamatkan dari pencemaran sampah plastik yang dimulai dengan merevisi Perpres 83/2018 yang memasukkan pertanggungjawaban korporasi dengan cara memberi sanksi tegas terhadap mereka. (Peri)