لَا يَنْبَغِي النَّوْمُ بَعْدَ السُّحُوْرِ، فَاِنَّ ذَلِكَ يُسَبِّبُ حُمُوْضَةً فِي الْمَعِدَّةِ وَعُسْرًا فِي هَضْمِ الطَّعَامِ بَلْ يَنْبَغِي الْاِقْبَالُ فِي هَذَا الْوَقْتِ عَلَى الْعِبَادَةِ وَالْاِسْتِغْفَارِ، فَاِنَّ هَذَا الْوَقْتِ مِنْ أَفْضَلِ أَوْقَاتِ الْيَوْمِ كُلِّهِ لِطَاعَةِ اللهِ وِعِبَادَتِهِ
Artinya, “Tidak seharusnya seseorang tidur setelah sahur, karena hal itu bisa menyebabkan mulas dalam perut dan mengganggu pencernaan makanan. Bahkan, sebaiknya seseorang menggunakan waktu ini (sahur) untuk beribadah dan beristighfar, karena waktu ini termasuk paling utamanya waktu dalam satu hari untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada-Nya.” (Syekh Abdul Hamid, al-Fiqhu al-Hanafi, [Damaskus, Darul Qalam, cetakan kedua: 2009], halaman 433).
Secara umum, beberapa uraian di atas tidak hanya menjelaskan bahaya tidur setelah sahur di bulan Ramadhan, namun lebih pada bahaya tidur setelah makan, baik di bulan Ramadhan ataupun tidak. Tidur setelah makan berdampak bahaya bagi kesehatan tubuh, khususnya perut. Sebab, saat itu makanan yang dikonsumsi belum sepenuhnya dicerna dengan sempurna.