IPOL.ID – Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Wawan Suhawan mengungkapkan, tingkat pencemaran air di Jakarta semakin meningkat. Bahkan, menyebabkan tingginya pencemaran air tanah dan air permukaan. Menurutnya, hal itu terjadi karena perkembangan kota Jakarta tidak diimbangi dengan perbaikan sistem pembuangan air limbah.
“DKI Jakarta berada di posisi kedua terendah dalam hal sanitasi di antara Ibu Kota di Asia Tenggara. Itulah sebabnya, Jakarta perlu pengolahan limbah terpadu,” ujar Wawan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Dia menegaskan, kondisi air dan sanitasi di Jakarta saat ini semakin memburuk. Bahkan, katanya, berdasarkan Komite Percepatan, Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), cakupan wilayah DKI hanya 4 persen dari keseluruhan wilayah dengan tingkat pencemaran Biological Oxygen Demand (BOD) sebesar 84 mg/l.
“Kami melihat warga Jakarta yang belum memiliki tempat MCK. Sungguh miris, Jakarta yang merupakan kota metropolitan, namun masih memiliki masalah sanitasi lingkungan penyediaan tempat MCK,” katanya.
Dia menegaskan, wilayah yang masih kurang dalam penyediaan MCK adalah Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Dari data yang diterimanya, jumlah sarana MCK di Jakarta masih lebih besar dilakukan secara swadaya masyarakat dengan jumlah 1139. Sedangkan, penyediaan MCK oleh Pemda yang hanya sebesar 497.
Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengungkapkan masih ada warga yang Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga 5,6 persen. Untuk itu, Heru mengajukan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
“Masih ada warga yang BABS sebesar 5,6 persen dan kurangnya akses sanitasi aman akan berdampak pada peningkatan pencemaran sumber daya air dan tanah dan kerusakan lingkungan,” ujar Heru Budi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (13/3/2023).
Pencemaran air tanah oleh limbah domestik ini, ungkap Heru, juga dapat memperparah penularan penyakit melalui air (waterborne disease).
Dengan adanya Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik, itu, pihaknya berharap bisa mengendalikan pencemaran sumber daya air dan tanah yang akan berdampak pada peningkatan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan.
“Evaluasi terhadap kualitas air tanah juga dilakukan untuk menganalisis indikasi sumber pencemaran, di mana ditemukan 5 parameter dominan yaitu pH, Mangan, Detergen, Total Coliform dan Bakteri Koli yang merupakan hasil kegiatan limbah domestik (rumah tangga),” kata Heru. (Peri)