“Karena sudah biasa mijat jadi senang saja. Saya di sini sudah dari tanggal 18 (April). Dari Baznas Bazis sendiri dapat bayaran untuk mijat di sini (posko mudik),” tuturnya.
Wulandari berharap dengan kehadirannya di posko mudik dia dapat merubah anggapan masyarakat yang masih memandang disabilitas sebelah mata.
Dia berharap penyandang disabilitas lain, khususnya yang masih berusia muda dapat memiliki semangat dan tidak kehilangan cita-cita untuk mewujudkan mimpi mereka.
Wulandari yang tidak terlahir dalam kondisi tunanetra mengakui saat awal menjadi disabilitas mentalnya sempat terpuruk, tapi pulih berkat dukungan orang-orang terdekat.
“Harus percaya dengan agama kita sendiri. Kita harus bisa membuktikan kalau kita bisa, memiliki kemampuan. Kalau kita punya keinginan dan kemampuan pasti cita-cita terwujud,” tukas Wulandari.
Pengalaman dapat membantu sesama saat mudik Idul Fitri 1444 Hijriah di Terminal Kampung Rambutan juga dirasakan Nur yang menjadi terapis pijat di pos mudik Baznas Bazis.