Saya pribadi biasanya jika datang ke mesjid, untuk menunggu sholat subuh dan melakukan sholat dua rakat, mengambil posisi di shaf ketiga agak ke kanan dari arah masuk mesjid, di belakang imam dan depan mimbar.
Lantas ketika sholat segera bakal mulai, saya pindah ke shaf pertama, dua sisi kanan di belakang imam. Waktu imam selesai melafalkan, “Walad dholin….” Saya pun menyambut dengan mengeraskan suara menyebut “ammiiiiinnnm…”
Berbelas tahun terus menerus begitu, siapapun imam dan muhazinnya, membuat saya merasa nyaman menempati “kavling” tersebut secara permanen.
Lebih dari itu, secara merambat saya juga merasa itulah “kavling” milik saya di mesjid ini. Di rumah Allah ini. Mungkin banyak, atau beberapa , jemaah subuh lainnya merasa seperti saya.
Maka ketika ada jemaah lain, menempati “kavling” kita, baik yang sebelum sholat subuh maupun menjelang sholat subuh, secara tidak sadar dalam hati mulai terganggu. Mulai ada perasaan gak enak. _ Lho tempat gue kok loe duduki?_ Kira-kira begitulah. Muncul semacam perasan tidak suka. Kita tak mau “kavling” kita diduduki orang lain!