Seakan-akan yang barusan sholat disitu najis dan haram, sehingga tidak boleh sholat di sana. Kalau pun sudah sholat, tempatnya harus dibersihkan sebersih-sebersihnya, antara lain harus dipel sampai tujuh kali.
Rupanya pengurus dan jemaah mesjid itu memang punya faham, mesjid itu khusus untuk kaum pengikutnya saja. Setiap sisi tempat sholat disana memang sudah “dikavling” buat anggota jemaah sendiri. Dari tempat itulah mereka beranggapan jalan menuju surga. Makanya, orang lain tak boleh sholat di mesjid itu. Selain jemaah mereka sendiri, tak boleh ada yang menduduki “kavling” yang sudah terbentuk untuk para jemaahnya.
Alhamdullilah, saya cepat sadar. Perasaan bahwa tempat yang biasa kita duduki di mesjid, bukanlah ekslusif milik kita pribadi. Bukan kavling private. Tempat itu milik Allah. Tempat itu bebas dipakai oleh siapa saja.
Kini saya masih sering tetap sholat di bagian yang menjadi favorit saya. Bedanya, jika ada orang lain yang kemudian lebih dahulu menempati lokasi di bagian itu, siapapun dia orangnya, saya rela. Saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Semua “kavling” di mesjid kepunyaan Allah. Bukan punya kita, siapapun kita. Di rumah Allah kita harus tulus berbagi “kavling” dengan sesama jemaah lain, setiap saat. Siapa datang lebih dahulu, jemaah itu punya hak memilih lebih dahulu dimana pun dia mau duduk dan sholat, selama masih kosong, termasuk di tempat favorit kita…
Tabik!*** (Sol)
(Bersambung…)