IPOL.ID – Banyaknya deretan artis nasional yang diajukan untuk menjadi calon anggota legislatif menjadi sorotan. Fenomena pencalonan tokoh publik dalam pesta demokrasi seperti itu dinilai merupakan proses instan dan tidak memberikan dampak positif bagi demokrasi itu sendiri.
Demikian hal tersebut disampaikan Adrian Wijanarko, Direktur Penelitian Paramadina Public Policy (PPPI), “Saat ini banyak partai politik yang memilih cara ‘instan’ untuk merebut hati masyarakat. Bukan lebih fokus dalam menjual jual ide, partai politik lebih memilih popularitas sebagai cara singkat untuk mendapatkan suara terbanyak.” ujar Adrian dalam siaran pers yang diterima redaksi ipol.id di Jakarta Snein (29/5/23).
Setidaknya ada 10 partai politik yang telah mendaftarkan tokoh publik figur ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dari 10 partai politik tersebut, Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi partai politik yang paling banyak nama artis dalam bursa calon legislatif Pemilu 2024. Partai PDIP, Perindo, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, Golkar, PSI dan PKS juga tercatat mendaftarkan publik figur ke KPU
Pada pemilu sebelumnya, strategi ini dirasa cukup sukses. Terbukti beberapa tokoh publik figur yang akhirnya melenggang terpilih menjadi anggota dewan dan beberapa kepada daerah. Walau demikian, Adrian mengutarakan bahwa hal ini merupakan cara yang tidak berkelanjutan dan tidak memberikan nilai yang signifikan terhadap demokrasi itu sendiri.
Adrian membandingkan pemilu dengan kegiatan beauty pageant atau kontes kecantikan. Kontes kecantikan hanya menekankan pada atribut fisik dan popularitas para kontestan. Namun berbeda dengan kontes kecantikan, demokrasi akan berkaitan dengan masa depan kehidupan masyarakat.