IPOL.ID – Amnesty International mengatakan ada 2.016 vonis hukuman dan 833 eksekusi mati di tahun 2022. Data ini disampaikan dalam laporan tahunan tentang vonis hukuman dan eksekusi mati yang dilakukan secara yudisial atau melalui proses peradilan.
Amnesty International mengeluarkan laporan resmi tentang jumlah vonis hukuman mati di seluruh dunia sepanjang tahun 2022. Dalam periode Januari-Desember 2022, Amnesty International mencatat ada 2.016 vonis hukuman mati di seluruh dunia. Angka tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2021, di mana terdapat 2.052 vonis hukuman mati.
“Amnesty International mencatat adanya penurunan angka vonis hukuman mati baru pada tahun 2021 yaitu 2.052. Setidaknya sekarang 2.016 vonis hukuman mati di tahun 2022,” kata Ari Pramuditya dari Amnesty International Indonesia, Selasa (16/5) dikutip dari VOA Indonesia.
Menurut Ari penurunan jumlah hukuman vonis mati itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain Amnesty International tidak menerima informasi tentang angka resmi vonis hukuman mati yang dijatuhkan di beberapa negara seperti Nigeria dan Sri Lanka.
“Negara-negara tersebut sebelumnya memberikan informasi resmi terkait angka vonis hukuman mati baru kepada Amnesty International. Namun pada tahun 2022 informasi tersebut tidak diberikan,” ucap Ari.
Selain itu pada tahun 2022, negara-negara seperti Kamerun, Jepang, Maroko, Sahara Barat, Oman, Sierra Leone, Uganda, dan beberapa negara lainnya yang sebelumnya pernah tercatat menjatuhkan vonis hukuman mati, tidak menjatuhkan vonis itu.
“Perlu diingat di banyak negara angka penerapan hukuman mati merupakan angka minimum yang bisa dicatat Amnesty International. Artinya kami meyakini bahwa angka sebenarnya bisa lebih tinggi,” jelas Ari.
Kemudian, Amnesty International juga mengatakan beberapa negara seperti China, Korea Utara, dan Vietnam terus menyembunyikan penerapan hukuman mati dengan membatasi akses informasi.
“Spesifik untuk China, data penerapn hukuman mati diklasifikasikan sebagai rahasia negara. China belum mempublikasikan hukuman mati mereka. Namun kami mendapatkan informasi yang menunjukkan bahwa setiap tahun ribuan orang dieksekusi dan dihukum mati,” ungkap Ari.
Berdasarkan catatan Amnesty International jumlah vonis hukuman mati di tahun 2022 paling banyak disumbang oleh China (lebih dari 1.000 hukuman vonis mati), Mesir (538 hukuman mati), Bangladesh (lebih dari 169 hukuman vonis mati), India (165 hukuman vonis mati), Pakistan (lebih dari 127 hukuman vonis mati), dan Indonesia (lebih dari 112 hukuman vonis mati).
Vonis Hukuman Mati Meningkat di Mesir dan India, Berkurang di Indonesia
Peningkatan hukuman vonis mati terjadi di Mesir, yaitu dari 356 vonis pada tahun 2021, menjadi 538 vonis di 2022. Lalu, diikuti India dengan 144 hukuman vonis mati pada tahun 2021 menjadi 165 di 2022.
Kendati demikian, jumlah vonis hukuman mati dilaporkan berkurang di beberapa negara termasuk di Indonesia. Amnesty International mencatat penurunan angka vonis hukuman mati di antaranya Bangladesh dari 181 hukuman vonis mati pada tahun 2021 menjadi 169 di 2022. Lalu, Indonesia dari setidaknya 114 hukuman vonis mati pada tahun 2021 menjadi 112 di 2022.
“Jumlah vonis hukuman mati berkurang di beberapa negara termasuk di Indonesia. Meskipun pengurangannya di Indonesia menurut kami hanya dua angka dari tahun 2021,” sebut Ari.
Sementara itu Amnesty International juga mencatat jumlah eksekusi mati di seluruh dunia. Dalam laporan Amnesty International, setidaknya ada 833 orang dieksekusi mati pada tahun 2022, atau naik 53 persen dibanding tahun 2021 di mana ada 509 eksekusi mati.
“Amnesty International mencatat angka eksekusi mati di tahun 2022 bahkan yang tertinggi sejak tahun 2017. Angka yang tercatat ini belum termasuk angka eksekusi yang dilakukan China, Korea Utara, dan Vietnam. Di mana Amnesty meyakini terdapat banyak eksekusi mati yang dilakukan,” kata Ari.
Terpidana Narkoba Paling Banyak Dieksekusi Mati
Naiknya angka tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkotika dengan jumlah 325 dari total 833 atau sekitar 37 persen dari seluruh eksekusi mati secara global di tahun 2022. Angka eksekusi mati terpidana narkotika meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan pada tahun 2021 yang berjumlah 134 eksekusi.
Iran adalah negara dengan kasus eksekusi mati terbanyak yaitu 576 kasus, disusul Arab Saudi (196), Mesir (24), dan Amerika Serikat. Keempat negara itu telah menyumbang kurang lebih 97,5 persen dari semua total eksekusi yang bisa diverifikasi Amnesty International untuk tahun 2022 yaitu 833 eksekusi mati. Beberapa metode eksekusi mati di berbagai negara dilakukan dengan cara penggal, gantung, suntik mati, dan tembak.
“Yang paling menarik perhatian adalah di Iran dan Arab Saudi eksekusi mati untuk kasus narkotika menempati yang tertinggi. Narkotika masih menjadi penyumbang terhadap meningkatnya angka eksekusi mati secara global,” jelas Ari.
Selanjutnya, ada beberapa negara mengalami peningkatan berdasarkan pemantauan Amnesty International yaitu Iran dari 314 menjadi 576 eksekusi mati. Lalu, Arab Saudi dari 65 menjadi 196 eksekusi mati.
Meskipun ada beberapa negara mengalami peningkatan eksekusi, ada pula yang mengalami penurunan. Antara lain Mesir, dari 83 di tahun 2021 menjadi 24 eksekusi mati pada 2022; Somalia dari 21 pada tahun 2021 menjadi 6 eksekusi mati di 2022; dan Irak dari 17 pada tahun 2021 menjadi 11 eksekusi mati di 2022.
Komnas HAM Tak Setuju dengan Hukuman Mati
Secara terpisah Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Anis Hidayah, menanggapi terkait hukuman mati yang ada di dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Menurutnya, hak hidup dijamin dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM. Indonesia juga terikat dalam Kovenan tentang Hak Sipil Politik, di mana hak hidup juga dijamin sebagai bagian dari HAM.
“Artinya Komnas HAM secara tegas ingin menyampaikan bahwa hukuman mati adalah bagian dari pelanggaran HAM. Sehingga kita tidak setuju ini menjadi bagian dari sistem penghukuman dalam sistem pemidanaan di Indonesia,” katanya kepada VOA.
Saat ini Komnas HAM terus mendorong agar hukuman mati dihapuskan dari sistem pemidanaan di Indonesia. Apalagi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru mulai ada pergeseran dari hukuman mati tidak lagi menjadi pidana pokok. Namun menjadi pidana alternatif dan bisa ditinjau ulang setelah 10 tahun.
“Artinya sebenarnya satu pergeseran yang mudah-mudahan ke depan kita akan menuju penghapusan hukuman mati,” ucap Anis.
Bukan hanya itu, Anis juga menilai hukuman mati tidak efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejahatan.
“Jadi belum ada bukti di negara mana pun hukuman mati ini menjadi efek jera. Kemudian, kriminalitas menurun dan hilang sehingga dari aspek HAM juga efektivitas penghukuman memang perlu dipertimbangkan di Indonesia sudah urgent untuk dihapuskan,” pungkasnya. (VOA Indonesia/Far)