IPOL.ID – Di hari buruh 1 Mei lalu, generasi sandwich banyak disebut. Salah satunya oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Ia mengatakan para pekerja di Indonesia sebagai generasi “sandwich”.
Ia menyebut istilah tersebut karena mengibaratkan para buruh sebagai angkatan kerja yang bagaikan daging isi di tengah. Kemudian dihimpit oleh dua roti di atas dan di bawahnya. Persis seperti roti sandwich.
“Artinya ketika dia bekerja harus menghidupi generasi di atasnya mulai dari kakek, nenek; ayah ibu; ke bawah dia bertanggung jawab pada anak, istri atau suami. Sehingga dia seperti sandwich, daging di tengah, dihimpit oleh dua roti di atas dan di bawah,” ujar Menteri Muhadjir saat itu.
Nah, lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan generasi sandwich itu? Dilansir dari berbagai sumber, istilah ini diperkenalkan pertama kali pada 1981 oleh seorang Profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller.
Generasi sandwich merupakan generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya. Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich dimana sepotong daging terhimpit oleh 2 buah roti. Roti tersebut diibaratkan sebagai orang tua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan isi utama sandwich berupa daging, mayonnaise, dan saus yang terhimpit oleh roti diibaratkan bagai diri sendiri.
Generasi sandwich bisa terjadi pada siapa saja, pria atau Wanita, yang memiliki rentan umur dari 30 hingga 40 tahun. Namun ada pula yang menyebutkan rentang umur antara 30 hingga 50 tahun. Namun, seorang Aging and Elder Care Expert bernama Carol Abaya mengkategorikan generasi sandwich menjadi tiga ciri berdasarkan perannya.
- The Traditional Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial.
- The Club Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), dan atau nenek kakek (jika masih hidup).
- The Open Faced Sandwich Generation
Siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya (seperti pengurus panti jompo) termasuk ke dalam kategori ini.
Jika dilihat dari bebannya saja, dari sini kita sudah bisa merasakan bahwa generasi ini memiliki beban hidup yang cukup bahkan sangat berat. Lantas, mengapa generasi sandwich ini dapat terjadi?
Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Namun pada umumnya ini terjadi karena kegagalan finansial orang tua. Bukan maksud menyalahkan sepenuhnya, tapi orang tua yang tidak memiliki perencanaan finansial yang baik untuk masa tuanya akan berpotensi besar untuk membuat sang anak menjadi generasi sandwich berikutnya. Dan selanjutnya sang anak akan mengikuti jejak orang tuanya kelak sebagai orang tua yang tidak mandiri di masa tuanya, dan pada akhirnya berlanjut begitu seterusnya.
Nah, pada akhirnya apa yang dikatakan Menteri Muhadjir Effendy di atas adalah sesuai realitanya. Banyak pekerja usia produktif saat ini di Indonesia yang cukup terhimpit dalam menanggung beban finansial ataupun beban mental. Terhimpit oleh generasi di atasnya dan di bawahnya. Semoga kita bisa mengambil pelajaran ya, sobat ipol. (timur)