Kemudian, pemerintah juga perlu melakukan pemberdayaan masyarakat yang mengolah lahan tanpa bakar dengan jenis tanaman umbi-umbian yang panennya di atas 7 bulan dan tanaman sayur yang bisa setiap waktu panen.
Menurutnya, hal tersebut sudah dilakukan di sejumlah wilayah di Kalimantan Barat, seperti di Singkawang dan Pontianak.
“Singkawang itu sangat cocok dengan talas. Kemudian setelah mereka tanam talas kita siapkan pabrik tepungnya. Kemudian di Pontianak Utara itu ada contoh 800 Ha lahan gambut tapi hampir tidak pernah terjadi kebakaran karena diolah,” bebernya.
Di sisi lain, perlu adanya larangan pemanfaatan lahan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun bagi lahan milik dengan luas tertentu.
Selain itu, Sutarmidji menekankan, harus tersedia peta topografi ekosistem gambut skala 1 : 50.000 sebagai bahan perencanaan letak atau posisi pembuatan sumur bor.
Selama ini, restorasi sumur bor tidak memberikan dampak siginifikan, bahkan tidak memberikan manfaat apa-apa.
“Karena restorasi gambut itu membuat banyak sumur bor tapi gak ada airnya. Bahkan ada di dekat lembah-lembah juga gak ada manfaatnya. Harusnya di tempat ketinggian untuk pembasahan. Pembasahan itu lebih penting. Nggak ada api pun harus dibasahkan lahan gambut itu,” kata dia.