IPOL.ID – Sejumlah sarana dan prasarana (Sarpras) pada Light Rail Transit (LRT) Jabodebek yang kini tengah diujicoba terbatas mendapatkan sorotan dari Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (Gaun), Senin (17/7).
Penasihat Teknis Gaun, David Tjahjana mengatakan, berdasar hasil pemantauan saat uji coba terbatas diikuti anggota Gaun pada Sabtu (15/7) terdapat sarana dan prasarana harus diperbaiki.
Mesin tiket touch screen pada stasiun LRT misalnya, Gaun menilai posisinya terlalu tinggi sehingga menyulitkan pengguna kursi roda untuk menjangkau mesin tiket tersebut.
“Layarnya agak tinggi. Sedangkan teman kursi roda jangkauan paling atas mungkin sekitar 120 sentimeter dari permukaan lantai,” ungkap David saat dikonfirmasi awak media di Jakarta Timur, Minggu (16/7).
Sehingga bila terdapat pilihan berada di bagian paling atas layar mesin tiket touch screen di masing-masing Stasiun LRT Jabodebek, pengguna kursi roda akan kesulitan untuk menjangkaunya.
Gaun belum dapat memastikan apakah pada mesin tiket touch screen tersebut sudah terdapat sistem suara yang dapat memandu penyandang disabilitas tunanetra atau tidak.
Karena saat uji coba terbatas yang diikuti anggota Gaun atas undangan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada Sabtu lalu, mesin tiket pada Stasiun LRT belum beroperasi.
“Karena belum beroperasi jadi belum tahu apakah akses untuk disabilitas. Mesinnya touch screen, kalau enggak voicenya agak kesulitan memilih bagian mana yang harus disentuh,” ujarnya.
Namun untuk akses setelah pembelian tiket, David mengapresiasi pintu model gerbang kupu-kupu yang digunakan pada Stasiun LRT sehingga memudahkan pengguna kursi roda.
“Gerbang tiket cukup bagus, karena pintu menggunakan jalur disabilitas model kupu-kupu. Bukan model tongkat putar. Kalau tongkat putar teman kursi roda atau ibu membawa kereta bayi kesulitan,” katanya.
Gaun mengapresiasi proses tap kartu uang elektronik (KUE) pada Stasiun LRT karena sistem digunakan responsif, namun terdapat catatan yang harus diperhatikan PT KAI.
Seperti halnya untuk penumpang tunanetra, David menjelaskan, perlu adanya sistem suara yang akan berbunyi saat penumpang LRT Jabodebek berhasil melakukan tap in di stasiun LRT.
“Ketika kita tempel ada suara sehingga teman tunanetra tahu berhasil tap. Kedua bagian mana harus ditempel itu harus bisa diraba, karena kartunya harus nempel,” tukas David.
Sisi baiknya, untuk naik dari Stasiun LRT ke peron terdapat pilihan lift prioritas untuk penyandang disabilitas dan kelompok rentan seperti lanjut usia (Lansia), eskalator, dan tangga.
Tapi Gaun menyoroti toilet akses disabilitas di Stasiun LRT yang belum memiliki tombol emergency bila ada penyandang disabilitas dan kelompok rentan membutuhkan bantuan petugas.
“Semisal ada pengguna toilet terjadi apa-apa seperti jatuh dari kursi roda, atau lansia jatuh. Mungkin enggak terdengar dari luar, jadi kalau ada tombol bisa mencari pertolongan,” ujar David.
Kemudian untuk musala di Stasiun LRT, Gaun mengapresiasi karena musala cukup luas dan sudah terdapat panduan membantu penyandang disabilitas tunanetra mencari arah kiblat.
Hanya saja pada tempat wudhu, David menambahkan, luas ruangan pada sejumlah Stasiun LRT masih sempit sehingga menyulitkan akses penyandang disabilitas pengguna kursi roda.
“Saya belum meriksa semua (Stasiun LRT), tapi salah satu yang sempat dilihat di Harjamukti. Laporannya (ruang wudhu) sempit, sehingga kursi roda enggak bisa masuk atau mutar,” tandas David.
Gaun juga berharap PT KAI membenahi keran pada tempat wudhu di Stasiun LRT Jabodebek, yaitu dengan menyediakan model keran sensor otomatis ataupun model keran tuas.
Karena bila keran menggunakan model putar sebagaimana digunakan sekarang di tempat wudu Stasiun LRT Jabodebek, akan menyulitkan penyandang disabilitas fisik mengakses.
“Teman disabilitas yang tidak punya jari tangan bisa memutar keran. Kemarin ditemukan masih ada keran putar. Sebetulnya cukup satu saja keran otomatis atau tuas cukup membantu,” jelasnya.
Sedangkan ruang kesehatan, perlu adanya perbaikan tinggi tempat tidur agar tidak menyulitkan penyandang disabilitas pengguna kursi roda untuk naik ke tempat pemeriksaan.
“Ruang kesehatan ada keluhan sedikit, terlalu tinggi tempat tidurnya. Untuk naik mungkin harus dibantu dokter atau perawat. Mungkin harus diimbangi dengan SOP,” ungkapnya.
Aspek lain perlu diperbaiki adalah meja loket pos informasi pada bagian masuk dan keluar Stasiun LRT Jabodebek yang terlampau tinggi untuk penyandang disabilitas kursi roda.
Hal itu menyulitkan pengguna kursi roda ketika hendak meminta bantuan petugas, sehingga Gaun berharap PT KAI dapat membenahi meja loket sebelum LRT Jabodebek sepenuhnya beroperasi.
“Untungnya kaca cukup terang, sehingga wajah petugas dan penumpang butuh pelayanan, terutama disabilitas tunarungu bisa berhadapan, bisa membaca gerak bibir petugas,” tutur David.
Sementara itu, untuk bagian positifnya, Gaun mengapresiasi sudah tersedia ruang ibu menyusui di Stasiun LRT Jabodebek dengan fasilitas memadai seperti kulkas sehingga nyaman digunakan. (Joesvicar Iqbal)