Menurutnya, Pemerintah memiliki target menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2 persen dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022. Untuk itu, diperlukannya dukungan berbagai sektor dalam rangka upaya menurunkan GRK termasuk sektor Industri Jasa Keuangan.
Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon, salah satunya adalah pada subsektor pembangkit tenaga listrik yang Indonesia mempunyai 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.
Adapun PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 Megawatt, dan 2024 di atas 50 Megawatt dan pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon. Selain dari subsektor pembangkit, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor Kehutanan, Perkebunan, Migas, Industri Umum, dan lain sebagainya.
Untuk mendukung peluang itu, OJK juga akan terus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar sehingga dapat menopang beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC).