IPOL.ID – The Sultan Hotel & Residence Jakarta turut serta melestarikan adat pernikahan tradisional se-nusantara. Hal tersebut dibuktikan dalam gelaran pameran Pernikahan Nasional dan Tradisional selama dua hari, mulai Sabtu (30/9)-Minggu (1/10).
Dalam kegiatan pameran tersebut, diwarnai fashion show Adat Nusantara, mengusung tema ‘Adat Pengantin’ di Lagoon Garden Hall, The Sultan Hotel & Residence Jakarta. Selain itu, juga ada talk show syarat edukasi mengenai ‘Pernikahan Adat Palembang’, menghadirkan Pakar/Designer Songket yakni Zainal.
Marketing Communications Manager The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Indira Puliraja mengatakan, kegiatan kali ini kerjasama The Sultan Hotel & Redidence dengan Gebyar Pernikahan Indonesia ke-4. Di dalamnya syarat edukasi, dan turut melestarikan adat pernikahan tradisional.
Diikuti sebanyak 52 vendor pernikahan terbaik, di antaranya ada kebaya, souvenir, fotografi, perhiasan, jas, entertainment, demonstrasi penata rias make up, hingga venue.
“Tujuan serangkaian pameran Pernikahan Nasional dan Tradisional ini jelas untuk grab business wedding, seperti diketahui bersama sebagai lokal brand memang kebanyakan marketnya lokal dan pernikahan tradisional disini lebih sering diadakan dibanding international wedding,” ungkap Indira saat pameran berlangsung di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Sabtu (30/9).
Harapannya, lanjut Indira, semakin banyak masyarakat mengenal venue pernikahan di The Sultan Hotel & Residence yang memiliki empat venue besar yaitu Golden Ballroom, Lagoon Garden Hall, Sriwedari Garden dan Taman Sari.
“Kami berharap makin banyak calon pengantin menyelenggarakan pesta, baik itu tunangan, siraman, akad sampai resepsi yang akbar di The Sultan & Residence Jakarta. Lokasi kami sangat strategis, harga kami kompetitif dan kami punya banyak pilihan tuk segala kapasitas undangan diinginkan calon pengantin,” tutur Indira.
Masih dalam rangkaian acara, talk show yang digelar di lokasi, mengedukasi para calon kedua mempelai dan pengunjung yang menghadiri kegiatan pameran pernikahan itu. Kali ini dibahas mengenai ‘Pernikahan Adat Palembang’.
Pakar yang juga Designer Songket, Zainal menyampaikan, pernikahan itu dalam pelaksanaannya sangat sakral, bicara Pernikahan Adat Palembang, ada Palembang Kota, dan Musi Banyuasin, namun kali ini yang dibahas yaitu Palembang Kota, Sumatera Selatan.
“Prosesi lamaran calon kedua mempelai cukup rumit disini, ada berbagai tahapan harus dijalankan,” kata Zainal.
Tahap awal, dilakukan saat memulai rangkaian prosesi pernikahan adat Palembang, pertama Madik, yaitu pendekatan semacam penyelidikan keberadaan calon mempelai perempuan dari pihak laki-laki.
“Madik ini, orang tua pilih calon mantu, ‘oh pinter juga’, ‘oh cantik juga ya’, atau dalam bahasa Jawanya istilahnya pendekatan, ‘kepo’ menyelidiki calon pengantin,” ujar Zainal.
“Zaman sekarang kan pacarannya panjang tapi kalau dulu panjang menyelidiki, jangan-jangan calon pengantin pria sudah punya isteri,” tambahnya.
Kedua, Menyengguk, atau Ngebet atau artinya diikat dulu. Tahapan ini artinya memasang ‘pagar’, mulai menyinggung. Tujuannya agar perempuan tidak diganggu senggung (sejenis hewan musang) artinya agar tidak diganggu laki-laki lain.
“Orang Palembang itu kalau Ngebet ditandai cincin pertama. Jadi tandanya (perempuan) tidak bisa dilamar orang lain. Tapi ikatan itu belum tentu tanda jadi juga,” paparnya.
Tahap selanjutnya (ketiga), Berasan berasal dari bahasa melayu artinya bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar.
Pada pertemuan itu akan diputuskan syarat pernikahan baik secara adat maupun agama dengan penentuan mahar atau mas kawin. Pertemuan antar dua pihak keluarga akan menentukan apa yang diminta untuk proses pernikahan.
Keempat, Mutuske Kato, sesuai namanya, tujuannya kedua keluarga membuat keputusan mengenai Hari Nganterke Belanjo, Hari Pernikahan, Hari Munggah, Hari Nyemputi dan Nganter Pengantin, Ngalie Turon, Pengantin Becacap atau Mandi Simburan serta Beratib.
Pada acara itu, pihak keluarga lelaki membawa tujuh tenong berisi gula pasir, tepung terigu, telur itik, emping, pisang dan buah-buahan. Perlengkapan lain perlu dibawa sebagian dari beberapa perlengkapan yang harus dipenuhi secara adat.
Nah, jelang pulang, tenong bakal dikembalikan, diisi aneka jajanan khas Palembang.
“Kalau di Palembang, laki-laki jangan bawa kue, bawa sandang dan pangan. Sebaliknya, saat pihak lelaki pulang, pihak perempuan ngasih yang sudah matang, itulah tata krama adat istiadat menerima calon besan,” urainya.
Saat menentukan hari pernikahan dan acara Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam. Dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yaitu bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadilawal, dan Jumadilakhir.
“Konon bulan itu dipercaya sebagai bulan purnama yang cantik”.
Tahap kelima, Nganterke Belanjo, dilakukan satu bulan sebelum acara munggah, persiapan menjelang akad nikah, ketika uang sudah diserahkan ke calon mempelai.
Keenam, Persiapan Menjelang Akad Nikah,
maka ada beberapa ritual biasanya dilakukan terhadap calon pengantin perempuan. Biasanya dipercaya berkhasiat bagi kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Seperti mandi uap, bebedak dan mempercantik diri secara keseluruhan.
Ketujuh, Upacara Akad Nikah, sejalan akan tradisi, maka terlebih dahulu utusan calon pengantin perempuan bakal melakukan acara nganterke keris ke rumah calon pengantin pria.
Kemudian delapan, Ngocek Bawang, diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam menghadapi munggah, bermakna agar kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi dan damai. Pelaksanaan munggah dilakukan di rumah pengantin perempuan.
“Karena perempuan itu tanggung jawab membesarkan anak, menyekolahkan, selain laki-laki mencari uang,” papar Zainal.
Sembilan, Munggah, acara puncak, kedatangan rombongan mempelai laki-laki membawa sejumlah antaran. Ada 12 macam, berisi 3 set kain songket, kain batik Palembang, jumputan, kosmetik, buah, hasil bumi, aneka kue, uang dan perhiasan diiringi bunyi suara rebana.
Sepuluh, Nyemputi, dua hari sesudah munggahan biasanya dilakukan Nyemputi. Di rumah pengantin laki-laki yang sudah disiapkan perayaan.
Waktu nikah, sambung dia, kadang-kadang anak (calon pengantin) akan meminta ampun kepada kedua orang tua, berdoa supaya lancar dan akad nikah tidak ada halangan. Dan resepsi adat Palembang itu suka diadakan/diisi dengan pengajian dan ceramah.
“Jadi disini pengantin perempuan suka dites untuk mengaji, kalau tidak juga tidak apa-apa, tapi nanti (kalau tidak bisa mengaji) bisa jadi gosip Ibu-Ibu. Karena anak itu nantinya akan ke Ibunya, dalam agama saja disebutkan tiga kali kata Ibu, Ibu, Ibu, Ibu”.
Sebelas, Nyanjoi, dilakukan disaat malam sesudah munggah dan sesudah nyemputi. Pihak pengantin laki-laki datang bersama rombongan menjemput pengantin perempuan untuk berkunjung ke tempat mereka. Sedangkan dari pihak perempuan sudah siap rombongan untuk ngantar ke pengantin.
Dalam pernikahan adat Palembang ini, lanjutnya, nantinya among tamu itu memakai songket Tabur Bintang. Motif Bunga Cina yang dipakai oleh saudara, om dan tante. Ada juga Bunga Pa’ci.
“Adat Palembang itu pernikahan memakai kain, dan keluarga besar pengaruhnya itu lebih besar dalam pernikahan,” ungkapnya.
Dua belas, Nganter Penganten, saat mengantar penganten pihak besan laki-laki, di kediaman perempuan yang sudah disiapkan acara mandi simburan. “Jadi seperti itulah prosesi tahapan Pernikahan Adat Palembang,” ujarnya.
Menurut dia, Indonesia memiliki adat istiadat pernikahan yang bagus-bagus. Indonesia memiliki beraneka ragam adat istiadat, ini yang harus terus dilestarikan.
“Jangan sampai adat istiadat ini hilang, orang luar saja melihat adat Indonesia ingin nyaplok, karena bagus. Maka, saat menggelar pernikahan sakral itu jangan sampai menghilangkan adat itu sendiri, untuk melestarikan,” tuturnya.
Zainal pun berpesan, agar di era sekarang ini para pemangku adat harus memberikan semangat kepada generasi berikutnya. Harapannya agar adat istiadat itu dapat terus dilestarikan.
“Jangan melupakan adat istiadat (pernikahan). Jangan dipotong-potong adat tersebut,” pesannya.
Kalau bisa sebagai orang tua atau pemandu adat, bisa menjalankan sebagaimana semestinya. “Pelan-pelan menjelaskannya, menasehati anak seperti jika menjalankan adat istiadat itu tidaklah ketinggalan zaman, bukan kuno, tetapi melestarikan,” pungkas Zainal. (Joesvicar Iqbal)