IPOL.ID – Rusia memilih menghindari mobilisasi dalam negeri dengan merekrut lebih banyak orang asing dan pekerja migran untuk perang melawan Ukraina, demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Inggris.
Kampanye untuk mengeksploitasi pekerja migran dan merekrut tentara dari negara-negara tetangga ini dilakukan sebelum pemilihan presiden Rusia yang akan berlangsung pada tahun 2024.
“Langkah ini memungkinkan Kremlin untuk mendapatkan personel tambahan untuk upaya perangnya dalam menghadapi meningkatnya jumlah korban dan”menghindari langkah-langkah mobilisasi domestik yang tidak populer lebih lanjut menjelang pemilihan presiden 2024,” demikian menurut Kementerian dikutip Business Insider, Senin (4/9).
Jumlah korban militer Rusia mendekati 300 ribu orang, di mana 120 ribu di antaranya tewas dan 180 ribu0 lainnya luka-luka, demikian ungkap para pejabat AS bulan lalu.
Iklan-iklan perekrutan militer Rusia telah menargetkan warga Armenia dan Kazakhstan – terutama etnis Rusia dari wilayah Kostanay – sejak akhir Juni lalu.
Iklan-iklan itu menawarkan gaji antara 4.150 dolar AS hingga 5.140 dolar AS atau Rp63 juta hingga Rp78 juta.
Status pekerja migran dimanfaatkan. Mereka ditawari “jalur cepat kewarganegaraan” jika mereka bergabung dalam pertempuran di Ukraina.
Beberapa pekerja migran dimanfaatkan, dengan pekerja Uzbek dilaporkan disita paspornya di Mariupol yang diduduki Rusia dan dipaksa untuk bergabung dengan militer dan berperang melawan Ukraina.
Menurut Kementerian Pertahanan Inggris, ada lebih dari enam juta migran Asia Tengah di Rusia, yang semuanya merupakan “calon anggota potensial” di mata Kremlin. (far)