IPOL.ID – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA melihat pertarungan antara tiga Calon Presiden (Capres) akan menarik nantinya. Daerah Jawa Barat (Jabar) bisa menjadi penentu mendongkrak suara dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) di 2024.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa mengatakan, melihat pertarungan antara tiga Calon Presiden di Pilpres 2024 akan menarik. Misalnya, di Jabar unggul suara Prabowo Subianto, di Jawa Tengah, unggul Ganjar Pranowo. Namun di Jawa Timur ada persaingan antara Prabowo dan Ganjar.
“Jika Pak Ganjar bisa mengambil suara di Jabar tentu akan positif. Namun sampai sejauh ini belum putus siapa Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan mendampingi Ganjar. Ada Ridwan Kamil (RK), Mahfud MD atau Pak Sandiaga atau nama lainnya,” ungkap Ardian Sopa saat merilis survei terbarunya mengenai Pilihan Ormas Islam dan Partai Islam terhadap Capres Cawapres 2024 di kantor LSI di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (19/9).
Lebih jauh, dia menjelaskan, jika RK diambil maka bisa menjadi keuntungan Capres itu sendiri, karena di Jawa Barat (RK) bisa menambah suara dan bisa saja mengurangi suara Prabowo itu sendiri.
Menurut Ardian, masuknya Partai Demokrat ke Capres Prabowo sebagai pemimpin Partai Gerindra bisa menjadi nilai tambah. Karena Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Demokrat itu sendiri bisa turun gunung ‘all out’, sehingga menjadi nilai tambah.
“Jadi untuk merebut Daerah Jabar menjadi harga yang harus dilakukan koalisi Pak Ganjar sendiri, terlepas siapa pun tokohnya nanti. Jabar penentu juga, perlu dikuatkan konteks untuk menguatkan Jabar ini,” tukas Ardian.
Namun demikian, dengan koalisi yang banyak tentu juga tak berhenti sampai disitu. “Jadi bagaimana (koalisi) menggerakkan roda yang baik menuju Pilpres 2024 ini dan itu menjadi sebuah kerugian jika tidak ada manajemen yang baik,” imbuhnya.
Selain itu, untuk Capres Anies Rasyid Baswedan, LSI menempatkan popularitas Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Cawapres Anies, yakni Muhaimin Iskandar begitu rendah di kalangan Ormas Islam, termasuk di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
Bahkan, popularitas serta tingkat kesukaan terhadap Cak Imin berada di bawah Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dari faktor popularitas, Cak Imin hanya berada di angka 44,2 persen di kalangan NU. Sedangkan tingkat popularitas AHY sebesar 67,1 persen.
Popularitas Cak Imin dengan AHY kian tertinggal di kalangan Muhammadiyah. Cak Imin hanya 47,2 persen dan AHY di angka 72,5 persen.
Begitu juga di kalangan Ormas Islam lainnya, popularitas Cak Imi hanya 58,3 persen berbanding 71,4 persen milik AHY.
Sementara, dari segi tingkat kesukaan di kalangan NU, Cak Imin hanya di angka 66,7 persen. Dia kalah dibandingkan tingkat kesukaan warga Nahdliyin terhadap AHY sebesar 72,6 persen.
Begitu juga di kalangan Muhammadiyah dan Ormas Islam lainnya, tingkat kesukaan terhadap Cak Imin kalah telak dibandingkan AHY.
“AHY lebih populer dibandingkan Muhaimin Iskandar di semua Ormas Islam. Tingkat kesukaan AHY juga lebih tinggi di semua Ormas Islam dari Muhaimin,” ungkap Ardian.
Menurut Ardian, sejatinya hasil tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Meski AHY bukan berasal dari kalangan Ormas Islam.
Salah satu indikatornya karena survei ini diadakan pada 1-8 Agustus 2023 atau sebelum Cak Imin dideklarasikan sebagai Cawapres dari Koalisi Perubahan.
Pada periode tersebut, pemberitaan terhadap Cak Imin disebutnya tidak semasif sosok AHY.
Termasuk mengenai latar belakang AHY yang merupakan anak dari Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI ke-6. Bahkan AHY pernah maju di Pilkada DKI Jakarta, membuat publik lebih banyak mengenalnya ketimbang Cak Imin.
Selain itu, meski PKB merupakan partai Islam yang basisnya adalah Nahdliyin tapi faktanya tidak semua warga NU itu memilih PKB.
Hak itu juga terlihat dalam hasil survei terbaru LSI Denny JA yang menempatkan PKB hanya partai ketiga di bawah PDIP dan Gerindra yang dipilih warga NU.
“Ini memperlihatkan warga Nahdliyin juga memiliki preferensi politik yang tidak hanya ke PKB tapi juga ke partai-partai lain”.
Kedua terlihat bahwa NU juga menyebar ada di Jabar, Jateng dan Jatim.
“Oke kalau di Jatim orang kenal dengan Cak Imin, tapi dalam konteks lain, berdasar data ternyata orang juga tidak mengenal Cak Imin,” ujar Ardian.
Karena lebih dari 60 persen terhadap populasi Indonesia menyatakan diri sebagai bagian dari dua ormas Islam paling besar: NU dan Muhammadiyah.
Namun belum banyak digali bagaimana perilaku sosial dan pilihan politik dari mereka yang merasa keluarga besar NU ataupun Muhammadiyah.
Dalam hal isu penting, antara NU dan Muhammadiyah mempunyai kesamaaan. Di semua ormas Islam, baik NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya, isu yang penting paling tinggi adalah isu ekonomi.
Yang merasa bagian dari NU, isu ekonomi sebagai isu penting sebesar 62.6% dan yang merasa bagian dari Muhammadiyah, isu ekonomi sebagai isu penting sebesar 55.0%. Kemudian di ormas lainnya isu ekonomi sebagai isu penting sebesar 42.9%.
Sekadar diketahui, LSI Denny JA melakukan survei tatap muka (face to face interview) pada 1-8 Agustus 2023, menggunakan kuesioner kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia. (Joesvicar Iqbal/msb)