IPOL.ID – Jumlah korban tewas akibat gempa di Maroko dilaporkan terus bertambah. Data terbaru menyebut, korban nyaris mencapai 2.500 orang.
Tim penyelamat pada Senin (11/9) pun terus berpacu dengan waktu mencari korban selamat dari gempa bumi paling mematikan di Maroko dalam lebih dari enam dekade terakhir itu.
Tim pencari dari Spanyol, Inggris dan Qatar bergabung dalam upaya untuk menemukan orang-orang yang terkubur di bawah reruntuhan setelah gempa berkekuatan 6,8 skala Richter melanda pada Jumat Jumat (8/9) malam waktu setempat dengan pusat gempa berada di 72 km (45 mil) barat daya Marrakesh.
Dilaporkan Reuters, banyak korban selamat yang menghabiskan malam ketiga di luar rumah mereka yang hancur atau tidak aman.
Kantor berita pemerintah melaporkan jumlah korban tewas kini mencapai 2.497 orang dengan 2.476 orang terluka.
“Tingkat kehancurannya… mutlak,” kata Nogales, petugas penyelamat Spanyol Antonio Nogales dari kelompok bantuan Bomberos Unidos Sin Fronteras menggambarkan apa yang dia lihat dari desa terpencil Imi N’Tala.
“Tidak ada satu pun rumah yang berdiri tegak. Kami akan memulai pencarian kami dengan anjing dan melihat apakah kami dapat menemukan orang yang masih hidup.”
Di Imgdal, sebuah desa yang berjarak sekitar 75 km di selatan Marrakesh, para wanita dan anak-anak berkerumun di bawah tenda-tenda darurat yang didirikan di sepanjang jalan dan di samping gedung-gedung yang rusak.
Lebih jauh ke selatan, sebuah mobil berdiri tertimpa batu-batu besar yang jatuh dari tebing.
Di desa Tafeghaghte, Hamid ben Henna menggambarkan bagaimana putranya yang berusia delapan tahun meninggal di bawah reruntuhan setelah dia pergi mengambil pisau dari dapur untuk memotong melon saat keluarga itu makan malam. Anggota keluarga lainnya selamat.
Dengan sebagian besar zona gempa berada di daerah yang sulit dijangkau, pihak berwenang belum mengeluarkan perkiraan jumlah korban jiwa.
Jalan-jalan yang diblokir atau terhalang oleh bebatuan mempersulit akses ke lokasi-lokasi yang paling parah.
Dalam perjalanan menuju kota Adassil, tidak jauh dari pusat gempa, petugas penyelamat Ayman Koait berusaha membersihkan runtuhan batu yang menghalangi lalu lintas.
“Ada jalan yang lebih parah lagi yang masih terhalang dan kami juga berusaha membukanya,” ujarnya, ketika mobil yang sarat dengan bantuan merangsek di sepanjang jalan yang sempit.
Banyak bangunan yang mudah runtuh, termasuk rumah-rumah tradisional yang terbuat dari batu bata lumpur, batu, dan kayu kasar.
Dimana pada masa itu menjadi salah satu pemandangan indah yang membuat High Atlas menjadi magnet bagi para wisatawan.
“Sulit untuk menarik orang keluar hidup-hidup karena sebagian besar dinding dan langit-langit berubah menjadi reruntuhan tanah saat runtuh, mengubur siapa pun yang ada di dalamnya tanpa menyisakan ruang udara,” ujar seorang pekerja militer yang tidak mau disebutkan namanya karena aturan militer.
Kerusakan terjadi pada warisan budaya Maroko. Bangunan-bangunan di kota tua Marrakesh, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO, mengalami kerusakan.
Gempa juga menyebabkan kerusakan besar pada Masjid Tinmel dari abad ke-12 yang memiliki nilai historis yang signifikan di daerah pegunungan terpencil yang dekat dengan pusat gempa.
Ini adalah gempa bumi paling mematikan di negara Afrika Utara sejak tahun 1960, ketika gempa diperkirakan menewaskan sedikitnya 12.000 orang, dan yang paling kuat sejak setidaknya tahun 1900, menurut Survei Geologi AS.
Para penyintas yang berjuang untuk menemukan tempat berlindung dan persediaan telah menggambarkan respon pemerintah sebagai lambat.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pada hari Minggu, juru bicara pemerintah Mustapha Baytas mengatakan bahwa segala upaya sedang dilakukan di lapangan.
Tentara mengatakan bahwa mereka memperkuat tim pencarian dan penyelamatan, menyediakan air minum dan mendistribusikan makanan, tenda dan selimut.
Baik Raja Mohammed VI maupun Perdana Menteri Aziz Akhannouch belum memberikan pidato kepada rakyat Maroko sejak bencana itu terjadi.
Maroko telah menerima tawaran bantuan dari Spanyol dan Inggris, yang keduanya mengirimkan spesialis pencarian dan penyelamatan dengan anjing pelacak, dari Uni Emirat Arab, dan dari Qatar, yang mengatakan pada hari Minggu bahwa sebuah tim pencarian dan penyelamatan sedang dalam perjalanan.
Uni Eropa mengatakan bahwa mereka mengeluarkan dana awal sebesar 1 juta euro untuk organisasi-organisasi bantuan non-pemerintah di Maroko. (far)