IPOL.ID – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) turut mendorong segera dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Langkah itu menyusul proses dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai janggal terkait batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).
“Kejanggalan dalam proses dan putusan Permohonan No. 90/PUU-XII/2023 terkait batas usia Capres-Cawapres pada aspek administrasi, aspek formil (kedudukan hukum/legal standing) dan materiil (isi putusan) sudah sangat fundamental. Selain dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat, bahkan berpotensi dianggap perbuatan pidana karena penyelundupan frasa,” ujar Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI, Julius Ibrani dalam keterangannya, Senin (23/10) malam.
“Oleh sebab itu, penting untuk segera membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sesegera mungkin, demi menyelamatkan MK secara kelembagaan agar dapat menjelaskan kepada publik atas kebrutalan proses serta substansi putusan Permohonan No. 90/PUU-XII/2023,” sambungnya.
Namun mengingat putusan yang diduga sarat dengan konflik kepentingan, pelanggaran procedural dan substantif, maka legitimasi MK ke depan akan sangat bergantung pada komposisi MKMK dan hasil pemeriksaannya.
Apalagi, MKMK memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan kode etik Hakim Konstitusi, sehingga perlu dipastikan pemilihan anggota MKMK yang terdiri atas Hakim Konstitusi, Mantan Hakim Konstitusi, Guru Besar dalam Bidang Hukum dan Tokoh Masyarakat 1, dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Selain itu komposisi MKMK juga harus terbebas dari intervensi dan kepentingan dari faksi yang memanfaatkan Putusan Permohonan No 90/PUU-XII/2023, termasuk partai politik atau individu yang mendukung.
“MKMK juga tidak boleh memiliki rekam jejak dan/atau latar belakang yang terjadi titik temu kepentingan politik terhadap Putusan Permohonan No 90/PUU-XII/2023 baik secara langsung, ataupun melalui keluarganya,” tambah Julius. (Yudha Krastawan)