IPOL.ID – Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) merespons dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah, Karimunjawa yang diduga melibatkan petinggi di kepolisian di Jawa Tengah (Jateng).
Kabar itu mencuat pasca muncul kesaksian soal praktik jahat di Desa Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, Jateng. Atas dasar itu, pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto mendorong polisi mendalami kesaksian itu.
“Harusnya diusut tuntas, termasuk bila ada keterlibatan aparat,” ujar Bambang kepada media dalam keterangannya, Sabtu (7/10).
Bambang meminta Divisi Propam Mabes Polri dikerahkan dalam mengusut kasus ini. Sebab, kasus tersebut diduga menyeret nama petinggi polisi di Jateng.
“Karena ini ada dugaan keterlibatan petinggi polisi, sebaiknya Propam Mabes Polri yang turun melakukan penyelidikan,” kata Bambang.
Bambang menyarankan kasus ini tidak diselidiki Polda Jateng, karena khawatir timbulnya konflik kepentingan.
“Bukan bidpropam Polda yang selidiki yang tentunya akan sarat conflict of interest,” lanjut Bambang.
Bambang juga mengingatkan polisi memiliki Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud). Mestinya bisa mencegah illegal logging. Apalagi peran dan tupoksi Polairud salah satunya menjaga keamanan dari kejahatan di perairan dangkal.
“Ini termasuk sungai atau selat laut Karimun Jawa maupun perairan sekitar pulau-pulau lainnya,” tukas dia.
Bambang menyinggung hasil illegal logging di Karimun Jawa, tentunya harus dibawa keluar dari pulau tersebut melalui perairan laut di sana.
“Jadi layak dipertanyakan bagaimana kinerja satuan Polairud setempat, sehingga bisa terjadi kejahatan illegal logging yang berlangsung cukup lama,” tambah Bambang.
Selain itu, dia mengingatkan agar kasus semacam itu didalami dari level hilir. Sehingga dapat terungkap asal, tujuan, dan bentuk kejahatan yang dilakukan demi melanggengkan praktik illegal logging itu.
“Kalau mau serius memberantas illegal logging, harusnya diusut hulu sampai hilir. Illegal logging itu adalah kejahatan di hulu, ada jalur angkutan membawa hasil kejahatan ke hilir. Makanya harus diungkap mulai hulu sampai hilirnya, dikirim kemana kayu-kayu illegal itu,” tandas Bambang.
Oleh karena itu, Bambang menduga dugaan kasus illegal logging bisa berlangsung karena adanya dukungan lintas instansi selain oknum aparat penegak hukum (APH). Dia mensinyalkan kejahatan terstruktur hingga menyebabkan illegal logging tak tersentuh hukum.
“Indikasinya tentu bukan hanya keterlibatan oknum APH saja mengawasi jalur laut, tetapi juga ada oknum-oknum di instansi lain, memberikan izin maupun sertifikasi kayu tersebut bukan hasil dari tindak kejahatan,” kata Bambang.
Dugaan penadahan hasil illegal logging itu mencuat setelah video aksi Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBHIM), Ahmad Gunawan viral di media sosial.
Gunawan melakukan investigasi terhadap perahu dengan muatan kayu-kayu tanpa disertai dokumen di Pulau Tengah, 16 Maret 2023 lalu. Aksi tersebut mendapati nakhoda dengan kapal muatannya sebanyak 30 kubik kayu bodong yang didatangkan dari Kalimantan.
Gunawan melakukan kunjungan langsung ke Pulau Tengah dan menjelaskan peruntukan kayu-kayu itu untuk membangun resort. Kasus ini menurut dia sebenarnya sudah dilaporkan ke sejumlah pihak terkait namun belum ada penindakan.
Warga di Desa Kemujan, Kepulauan Karimunjawa, terus angkat bicara menyikapi dugaan penadahan hasil pembalakan liar (illegal logging) di Pulau Tengah Karimunjawa diduga melibatkan backingan polisi di Jawa Tengah.
Menurut penuturan mantan karyawan yang pernah bekerja di Grand Mega Diving Resort & SPA, Abdussalam, dirinya pernah ditugaskan untuk menghitung kayu dibawa kapal tanpa disertai dokumen lengkap, hanya nota jumlah kayu dibawa.
Rata-rata tiap bulan ada empat kali pengiriman dengan jumlah 28-30 kubik setiap pemberangkatan.
“Kayu diperuntukkan untuk membangun resort di Pulau Tengah punya Ibu Megawati,” kata sosok yang saat itu bekerja sebagai engineering kepada awak media, Rabu (4/10).
Menurut pengakuan mantan nakhoda kapal, Hamka, dirinya pernah membawa muatan kayu ulin dari Kumai, Kalimantan Tengah untuk dibawa ke Pulau Tengah. Dia terlibat tiga kali pengiriman tanpa disertai surat sama sekali.
Dia berkisah, aktivitas pengambilan dan pengiriman kayu dari Kalimantan harus dilakukan malam hari. Jika perahu sampai di sana siang hari, maka diperintahkan untuk keluar pelabuhan dan bersembunyi di rawa-rawa. Lalu kembali lagi ke pelabuhan malam hari, dengan muatan sekali berangkat 33 kubik kayu.
Pria yang diupah Rp 3 juta sekali pengiriman itu mengaku berhenti bekerja sebagai nakhoda pengiriman kayu ke Pulau Tengah, lantaran takut terjerat persoalan hukum.
“Bagaimana kita ambil izin berlayar kalau tidak ada dokumen kayu? Soalnya izin berlayar itu harus tercantum dokumen kayu berapa ratus batang, mana kita berani kalau tidak ada dokumen kayu,” ungkap dia.
Kepada media, Kamis (5/10), pemilik Resort, Megawati membantah kayu yang dia datangkan dari Kumai, Kalimantan Tengah tersebut bodong.
“Tapi semua kayu kami selalu ada dok resmi dari Perhutani. Mungkin ini cuma mereka yang tidak tahu dan tidak mengerti pak,” tutur dia menanggapi pemberitaan beredar.
Namun, dia mengelak saat diminta untuk meminta bukti kepemilikan dokumen kayu tersebut dengan alasan privasi dan keamanan.
“Maaf pak dokumen kami tidak bisa kami berikan, takut disalahgunakan. Tapi semua ada di Polres Jepara, mulai dari awal membangun sampai saat ini,” tutup dia. (Joesvicar Iqbal/msb)