IPOL.ID – Di zaman era digital dan disruptif informasi, penting bagi media massa arus utama, mengedepankan pemberitaan yang berkualitas dan mencerdaskan masyarakat. Saat ini publik cenderung melirik media sosial (medsos) dikarenakan media massa kerap melakukan pemberitaan yang tidak berkualitas.
Demikian tantangan dan solusi tersebut mengemuka dalam seminar nasional yang digelar Dewan Pers bertajuk “Jurnalistik yang Mengancam Jurnalisme”. Kegiatan tersebut di gelar di Hotel Ritz Carlton Jakarta Rabu (8/11/2023).
“Karenanya, sajikan berita yang berimbang, berkualitas dan jangan sebar hoaks. Publik haus akan kebenaran. Bila ini tidak dicamkan maka publik akan lari ke medsos,” ujar Totok Suryanto, Ketua Komisi Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers.
Menurutnya, tidak ada yang salah ketika media massa memberikan panggung kepada siapapun sebagai narasumber. Tak masalah atas latar belakang dan atau identitasnya. Namun pemberitaan sebagai sebuah produk, tetap wajib memenuhi kaidah asas dan etika jurnalistik. “Media juga butuh makan, sialakan kami berikan panggung, sajikan pemberitaan yang baik, sisanya silakan masyarakat yang menilai,” ujarnya.
Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Indonesia, Luviana tidak menampik bahwa medsos memberikan ancaman bagi keberadaan media massa arus utama di Indonesia. Apalagi masalah yang dihadapi dalam medsos itu bisa tiga hingga empat kali lebih banyak dibanding tantangan di media massa konvensional. “Di medsos, konten berita kita akan langsung ditanggapi oleh publik yang tidak kita ketahui identitasnya, belum lagi penggunaan akun-akun siluman, teknologi yang tdak digunakan semestinya untuk menyerang, perbincangan publik yang tidak beretika, itu sebagian kecil dari banyaknya dampak negatif media sosial,” ujar dia.
Namun demikian, lanjut Luviana, medsos juga mempunyai dampak positif yang besar bagi tumbuh dan berkembangnya pemberitaan disebabkan daya jangkaunya yang luas. “Sisi positifnya pemberitaan dan konten jadi lebih bisa digaungkan dengan cepat dan luas kepada masyarakat. Apalagi untuk media kecil yang masih butuh pertumbuhan,” tukasnya.
Karenanya, Hendri Ch Bangun, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), mengatakan perlu adanya sinergi antara medsos dan media konvensional. Keduanya sama-sama masih dibutuhkan untuk bisa saling mendukung.
“Medsos banyak mendisrupsi informasi. Ini memamg dilema. Tapi kita harus hadapi dan manfaatkan kedua-duanya. Namanya dual transfornation. Core bisnis twtap dijaga sambil medsos mendukung untuk mesin pertumbuhannya,” pungkas Hendry Ch. (tim)