Selanjutnya mengatur bahwa seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila dia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara sedang diperiksa, baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan pihak berperkara.
Kemudian ketentuan ayat (6) mengatur bahwa dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan berdasar konstruksi norma itu.
“Saya berpendapat bahwa masih terdapat kekosongan pengaturan terkait pranata ini, karena mekanisme teknis terkait bagaimana MK mengadili ulang perkara terkategori terdapat pelanggaran prosedur mengadili karena terdapat dugaan ‘conflict of interest’ dalam perkara itu”.
“Sebab, UU MK tidak mengatur jalan keluar secara yuridis jika keadaan hukum demikian itu memang terjadi, hal itu secara ideal harus diatur dalam UU organik mengatur secara khusus hukum acaranya dalam UU 24 Tahun 2003 tentang MK. Terahir diatur dalam UU No. 7/2020, selain tidak diatur dalam UU MK, secara khusus juga tidak diatur dalam peraturan MK terkait pranata konstitusional itu, sehingga saya berpandangan memang masih terdapat kekosongan hukum ‘recht vacuum’ atas persoalan itu,” pungkas dia. (Joesvicar Iqbal)