Echidna menyandang nama yang sama dengan makhluk mitologi Yunani berwujud setengah perempuan dan setengah ular, dan digambarkan oleh tim sebagai makhluk pemalu, penghuni liang di malam hari yang terkenal sulit ditemukan.
“Alasan mengapa mamalia ini tampak berbeda dari mamalia lain adalah karena mereka merupakan anggota monotremata – kelompok petelur yang terpisah dari mamalia lainnya sekitar 200 juta tahun yang lalu,” kata Kempton.
Spesies ini hanya tercatat satu kali secara ilmiah sebelumnya, oleh seorang ahli botani Belanda pada tahun 1961. Spesies echidna yang berbeda ditemukan di berbagai penjuru Australia dan dataran rendah New Guinea.
Tim Kempton selamat dari gempa bumi, malaria, dan bahkan lintah yang menempel di bola mata selama perjalanan mereka. Mereka bekerja sama dengan warga desa Yongsu Sapari untuk menavigasi dan menjelajahi daerah terpencil di Papua timur laut.
Echidna memiliki kaitan erat dengan budaya masyarakat setempat. Sebuah tradisi di sana menyatakan bahwa konflik hanya bisa diselesaikan dengan mengirimkan salah satu pihak yang berselisih ke dalam hutan untuk mencari mamalia itu dan pihak lainnya ke laut untuk mencari ikan marlin, menurut para tetua Yongsu Sapari sebagaimana dikutip tim ilmuwan Universitas Oxford.