IPOL.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Percepatan penyidikan itu dilakukan dengan mengumpulkan alat bukti, termasuk dari keterangan saksi-saksi.
Pada Selasa (31/10), Kejagung melalui penyidik pidana khusus telah memeriksa sebanyak dua orang saksi di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta. Kedua saksi yang diperiksa yaitu Kuasa Pengguna Anggaran Review Desain Pembangunan Jalur KA antara Sigli – Bireun dan Kutablang – Lhokseumawe – Langsa – Besitang pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan dan pihak Konsultan.
Pemeriksaan terhadap kedua saksi dilakukan sebulan pasca naiknya status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
“Adapun saksi yang diperiksa yakni HS selaku selaku Kepala Balai Perkeretaapian Sumatera Bagian Utara Tahun 2015 dan CC selaku Direktur PT Budhi Cakra Konsultan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Ketut Sumedana di Jakarta.
Kedua orang saksi tersebut diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek Pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 – 2023.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” tutup Sumedana.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung telah membuka penyidikan baru kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Kasus ini ditaksir merugikan keuangan negara sebesar Rp1,3 triliun. Meski diterbitkan sprindik, namun kasus ini belum ditetapkan tersangkanya.
Dalam kasus ini, Kejagung menduga terdapat pihak-pihak yang memanfaatkan pekerjaan proyek tersebut untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Modusnya, para pihak itu telah merekayasa pelaksanaan proyek dengan cara memecah nilai proyek menjadi beberapa dengan nominal yang lebih kecil dengan tujuan untuk menghindari pelaksanaan lelang.
Selain itu pelaku juga diduga telah mengalihkan jalur kereta api dari yang telah ditetapkan di dalam kontrak dengan maksud untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Hal itu mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga mencapai Rp1,3 triliun.(Yudha Krastawan)