IPOL.ID – Kenaikan harga kedelai impor dikeluhkan para produsen tahu dan tempe di Jakarta. Tak ayal, produsen tahu pun menyinggung tidak berdayanya peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga kedelai impor.
Kenaikan harga bahan baku utama, kedelai impor tersebut salah satunya dikeluhkan oleh produsen tahu yakni Dindin Badrudin, 63, di Gang Nusa Indah, RT 01/RW 07, Kelurahan/Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Dindin mengatakan, hingga kini pemerintah seakan tidak berdaya meredam kenaikan harga dengan alasan mengikuti nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Harga kedelai impor yang sebelumnya berkisar Rp11 ribu naik menjadi Rp13 ribu per kilogram secara tidak terkendali hanya dalam kurun waktu hitungan minggu dalam beberapa waktu terakhir.
“Kita kan punya pemerintah, Kementerian Pertanian RI, kok bisa harga kedelai impor kayak dipermainkan dengan alasan (mengikuti nilai tukar) dollar, dollar. Ini kan (kedelai) impor dari Amerika,” kata Dindin, Selasa (7/11).
Para produsen terpaksa membeli kedelai impor. Karena sejak era orde baru ketersediaan kedelai lokal di pasaran tidak mampu mencukupi kebutuhan produksi tahu dan tempe.
Meski secara kualitas kedelai impor lebih buruk dibandingkan lokal, tapi karena ketersediaan di pasaran para produsen tahu terpaksa hanya dapat menggunakan kedelai impor sebagai bahan baku utama pembuatan tahu.
“Sekarang banyak perajin tahu yang bukannya maju (berkembang) malah mundur, bahkan ada yang gulung tikar. Dari semenjak pandemi Covid-19 sampai sekarang produksi napasnya sudah Senin-Kamis (sekarat),” ungkapnya.
Menurut Dindin, langkah pemerintah dalam memberikan subsidi kedelai bagi produsen tahu dan tempe yang dilakukan sejak Tahun 2022 untuk mengatasi kenaikan harga kedelai impor tidak tepat.
Karena subsidi tersebut tidak menyelesaikan masalah kenaikan harga yang terus terjadi dari tahun ke tahun, dan penyaluran program pun dinilai tidak merata ke seluruh produsen.
“Banyak (produsen tahu) yang tidak dapat subsidi, tidak merata, sehingga dalam mengatasinya tidak tepat atau tidak efektif,” tegasnya.
Dindin mengatakan, langkah yang diharapkan para produsen adalah bagaimana pemerintah menjaga stabilitas harga dengan membuat acuan harga eceran tertinggi (HET) untuk kedelai impor.
“Saya rasa orang Indonesia juga ingin maju. Kayak dulu waktu era (almarhum) Presiden RI ke-2 Soeharto harga kedelai stabil. Indonesia menghasilkan kedelai lokal bagus berkualitas. Dulu ada kenaikan harga kedelai, tapi itu beberapa tahun sekali,” bebernya sambil mengingat era itu.
Tahun 2020 kenaikan harga kedelai impor berkisar Rp9.200 per kilogram para produsen dan pedagang tahu, tempe sudah beberapa kali melakukan aksi mogok produksi sebagai bentuk protes.
Tapi kenaikan harga kedelai impor terus terjadi tidak terkendali hingga kini. Alhasil memberatkan para produsen dan pedagang karena mereka harus merogoh uang lebih banyak untuk modal usaha.
Kini produsen tahu seperti Dindin bahkan terpaksa mengecilkan ukuran produksi sebagai siasat menghadapi kenaikan harga kedelai impor yang entah sampai kapan dapat turun kembali atau stabil.
“Menyiasatinya ya mau gak mau mengecilkan ukuran, memperbanyak irisan tahu, semoga pembeli warga masyarakat dapat mengerti dan memahami kondisinya seperti ini, kami juga berharap harga stabil,” ujar Dindin. (Joesvicar Iqbal)