Selama kepemimpinan Ferdinand Marcos, keluarga Marcos berhasil membentuk dinasti politik dengan beberapa anggota keluarga yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan.
Keterlibatan keluarga Marcos dalam dinasti politik dan skandal korupsi menyebabkan penentangan publik yang massif. Protes dan unjuk rasa melawan rezim Marcos semakin meningkat.
Pada tahun 1986, akibat tekanan dari unjuk rasa besar-besaran dan dukungan internasional, terutama setelah pemilihan presiden yang kontroversial, Ferdinand Marcos dan keluarganya terpaksa melarikan diri dari Filipina dan hidup dalam pengasingan di Hawaii.
Kejatuhan Marcos membuka jalan bagi pemulihan demokrasi di Filipina, dan akhirnya, Corazon Aquino menjadi presiden baru setelah Revolusi Edsa yang terkenal.
Kasus ini menunjukkan bahwa peran istri dalam membentuk politik dinasti, terutama jika disertai oleh penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, dapat memicu penentangan publik yang signifikan dan akhirnya mengakibatkan kejatuhan presiden serta perubahan dalam sistem pemerintahan. (Yudha Krastawan)