IPOL.ID – SETARA Institute menilai hasil survei tentang elektabilitas calon presiden dan wakil presiden yang disuguhkan kepada masyarakat, semakin tidak masuk akal. Pasalnya hasil survei tersebut belakangan ini kerap hanya berpihak kepada kandidat tertentu.
“Kita tidak pernah mengetahui posisi lembaga survei, apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki oleh pihak yang menugasi,” ujar Ketua Dewan SETARA Institute, Hendardi dalam keterangannya, Senin (20/11).
Perlu diketahui, survei adalah instrumen pengetahuan dan teknologi penyerap aspirasi masyarakat yang sudah sejak lama dipraktikkan dalam negara demokratis, termasuk di Indonesia. Survei juga telah menghubungkan aspirasi publik yang tersumbat dengan para pengambil kebijakan negara, yang selama ini seringkali barjarak.
Oleh karenanya survei adalah bentuk kebebasan berekspresi, berpendapat dan kebebasan akademik. Bahkan jika hasil survei menjadi kontroversi, maka bukan hasil survei yang dikritik. Kritik hanya pantas ditujukan pada metodologi survei termasuk soal etika. Baik etika pengambilan data, etika menjauhkan diri dari konflik kepentingan, termasuk etika publikasi yang seringkali berhubungan erat dan menjadi bagian yang paling berbenturan dengan posisi lembaga survei.