Selain itu, lanjut dia, proses perdamaian antara tersangka dengan korban dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Permohonan restorative justice juga dikabulkan dengan pertimbangkan faktor sosoilogis dan masyarakat merespon positif.
“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,” jelas Fadil.
Atas dikabulkannya permohonan restorative justice tersebut, Fadil telah memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2)
SKP2 itu diterbitkan berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(Yudha Krastawan)