IPOL.ID – Gagasan penyelenggaraan debat capres-cawapres berbahasa asing, menjadi bukti tidak memahami esensi dari perdebatan kandidat. Sekaligus pelecehan marwah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
“Debat capres itu untuk mengetahui kedalaman terhadap masalah dan solusi. Bukan penguasaan bahasa asing,” ujar peneliti kebijakan publik, IDP-LP Riko Noviantoro, Jumat (8/12).
Menurutnya gagasan berbahasa asing dalam debat mendegradasi identitas bangsa. Apalagi debat ini diperuntukkan bagi masyarakat Indonesia, tidak ada urusan dgn masyarakat luar.
Tentu saja, lanjut Riko tidak ada korelasi berbahasa asing dalam debat. Bahkan bisa menjadi salah tafsir dan pemahaman publik. Sehingga memperburuk kualitas demokrasi.
“Debat ini bukan forum internasional. Jadi ide debat capres berbahasa asing sebagai gagasan ngawur,” imbuhnya.
Selain itu pula, esensi debat lebih melihat kandidat menjabarkan masalah bangsa. Sekaligus menunjukan strategi penyelesaian nya. Artinya mengetahui kedalman kandidat terhadap persoaln kekininan dan harapannya.
Debat bebahasa asing, lanjut Riko lebih tepat pada forum internasional. Pada momen itu memang audiennya tidak memahami bahasa Indonesia, pantas untuk bebahasa asing.
“Kok bisa ada ide sepeti ini. Pihak yabg usulkan sudha pasti berjiwa kerdil dan malu sebagai bangsa Indonesia,” tegasnya. (far)