IPOL.ID – Kejaksaan Agung menyetujui tiga permohonan penyelesaian perkara tindak pidana narkotika melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Walhasil, penyelesaian perkara tersebut dilakukan melalui rehabilitasi.
Dari tiga permohonan itu, dua di antaranya diajukan atas nama tersangka Yanuar Febrianto dari Kejaksaan Negeri Kota Kediri dan Slamet Riyanto dari Kejaksaan Negeri Nganjuk.
Sedangkan satu permohonan lainnya atas nama tersangka Fahrizi bin Moh Ismail dan Moh Sarkasi Nur Ahmad dari Kejaksaan Negeri Sampang.
Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, terdapat sejumlah alasan agar permohonan rehabilitasi para tersangka dapat disetujui. Di antaranya berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik para tersangka positif menggunakan narkotika.
Kemudian berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
“Para tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari,” kata Sumedana seperti dikutip Sabtu (27/1/2024).
Alasan lainnya adalah berdasarkan hasil asesmen terpadu, para tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalahguna narkotika.
Selain itu para tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang.
“Ada surat jaminan para tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya,” imbuh Sumedana.
Sebagai informasi penyelesaian perkara tindak pidana narkotika itu merujuk pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.(Yudha Krastawan)