“Jadi rawan amblasan tanah itu bukan hanya di Pantura, tapi mungkin nanti ke depannya kita bisa mengantisipasi juga ada permasalahan yang sama di daerah-daerah lain di Indonesia. Geologi Pantura Jawa secara geologi, Pantura Jawa tersusun oleh endapan aluvial berumur muda, berumur kuarter yang tersebar dari Jakarta, Indramayu, Semarang, Demak hingga ke Surabaya,” katanya.
Dikatakan Dwi Sarah, amblesan tanah di Pantura Jawa telah terjadi sejak beberapa dekade lalu, dimulai dari tahun 1970-an di Jakarta, 1980-an di Semarang, dan 1985 di Pekalongan. Proses ini telah berlangsung cukup lama dan masih terus berlanjut hingga saat ini.
Lebih jauh, Dwi Sarah menjelaskan bahwa berdasarkan Pemantauan Global Navigation Satellite System (GNSS) menunjukkan adanya hotspot titik-titik di kota-kota Pantura yang rawan terhadap amblesan seperti Jakarta, Bekasi, Cirebon, Pekalongan, Kendal, Surabaya, Sidoarjo. Sedangkan berdasarkan pemantauan dengan metode Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) pada tahun 2007 hingga 2009 terlihat amblesan tanah di Jakarta cukup tinggi antara 5 hingga 15 cm per tahun dan juga sudah muncul fenomena amblesan di kabupaten dan kota Bekasi dengan laju 2 hingga 3 cm.